Analisis singkat sejarah gerakan mahasiswa Indonesia 1966-2001


PELOPOR DAN PENGAWAL REVOLUSI DEMOKRASI:
GERAKAN MAHASISWA SEBAGAI GERAKAN POLITIK NILAI.
(Analisis singkat sejarah gerakan mahasiswa Indonesia 1966-2001)oleh : M. Fadjroel Rahman


Tahap pertama revolusi demokrasi ini berawal pada tergulingnya Jenderal Besar (purn) Soeharto da berakhir pada pelaksanaan seluruh agenda reformasi total. Bila seluruh agenda reformasi total dijalankan maka terbentuklah demarkasi politik demokrasi/reformasi total terhadap politik anti-demokrasi/anti reformasi total. Oleh karena agenda reformasi total belum dijalankan hingga rezim Abdurrahman Wahid sekarang, maka gerakan mahasiswapun terus menerus menjalankan oposisi adhoc-nya. Dapat dicatat dengan sejumlah "puncak lain" selain Mei 1998 (pendudukan DPR/MPR dan penggulingan Soeharto), November 1998 (Semanggi I, penolakan terhadap SI MPR), September 1999 (Semanggi II, Penolakan terhadap UU Penanggulangan Keadaan Bahaya), Oktober 1999 (Penolakan terhadap Habibie dan Wiranto), Januari 2001 hingga sekarang (tuntutan terhadap penurunan Abdurrahman Wahid serta pembubaran dan pengadilan Partai Golkar).
Dalam skala waktu,tidak dapat ditetapkan kapan tahap pertama revolusi demokrasi atau pelaksanaan agenda reformasi total berakhir. Bukan tidak mungkin, bahkan rezim berikutnyapun yang berasal dari pemilu 1999 yang cacat demokrasi, bila Abdurrahman Wahid mengundurkan diri, tidak akan mampu dan mau menyelesaikan tahap pertama revolusi demokrasi tersebut. Tetapi secara teoritis, tahap kedua (second stage) dari revolusi demokrasi dapat diawali bila semua agenda reformasi total sudah dijalankan. Tahap kedua ini merupakan tahap pembongkaran struktur ekonomi, politik, sosial dan budaya yang menindas atau eksploitatif. Pada tahap keduainilah pemantapan dan pengembangan demokrasi dijalankan melalui proses konsolidasi dan pendalaman demokrasi.


2. Pencabutan Dwifungsi ABRI (TNI/Polri) atau penghapusan peran politik, bisnis dan teritorial TNI/Polri.
GERAKAN POLITIK NILAI UNTUK MENUNTASKAN REVOLUSI DEMOKRASI
GERAKAN POLITIK NILAI UNTUK MENUNTASKAN REVOLUSI DEMOKRASI

  
1966
1974
1978
Visi
Nilai-nilai: keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat tertindas
Nilai-nilai: keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat tertindas
Nilai-nilai: keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat tertindas
Sasaran Strategis
Pimpinan Nasional
Strategi Pembangunan
Pimpinan Nasional
Organisasi
Ekstra Kurikuler (KAMI dan Ormas Pemuda)
Dewan Mahasiswa
Dewan Mahasiswa
Aliansi strategis
Angkatan Darat
Intelektual politisi oposisi
Intelektual politisi oposisi
Kondisi Politik (Birokrasi dan Militer)
Friksi tajam Soekarno, AD dan PKI
Friksi tajam Jend. Soemitro dan Aspri Soeharto
Friksi politik relatif kecil
Kondisi Ekonomi
Inflasi 600%
Pertumbuhan relatif tinggi
Pertumbuhan relatif tinggi
Korban
Mahasiswa 5-7 meninggal, rakyat sekitar satu juta orang
Mhs luka-luka, sejumlah rakyat meninggal
Mhs luka-luka
Aktivis dan Pemimpin Mahasiswa
Tidak ada penahanan dan pemecatan
Penahanan rata-rata 1-2 tahun
Penahanan rata-rata 1 tahun
Hasil
Soekarno digulingkan, PKI dibubarkan
Soeharto tetap berkuasa, perbaikan kebijakan ekonomi
Soeharto tetap berkuasa, tidak ada perubahan kebijakan signifikan
1989
1998
2001

Nilai-nilai: keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat tertindas
Nilai-nilai: keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat tertindas
Nilai-nilai: keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat tertindas

Pimpinan Nasional dan perubahan struktural
Pimpinan Nasional dan perubahan struktural
Pimpinan Nasional dan perubahan struktural

Komite Solidaritas Mahasiswa, buruh, tani, dan kelas menengah
Jaringan Mahasiswa formal dan non formal (Forkot, FKSMJ dll)
Jaringan Mahasiswa formal dan non formal (BEM, Forkot, FPPI, KAMMI dll)

Buruh, tani, intelektual, kelas menengah
Intelektual politisi oposisi, kaum miskin kota, kelas menengah dan profesional
Intelektual politisi oposisi, kaum miskin kota, kelas menengah, profesional, buruh dan tani

Friksi politik relatif kecil
Friksi tajam Soeharo versus 14 menteri, Jend. Wiranto Versus Letjen. Prabowo. S.
Friksi tajam Eksekutif Versus Legislatif
Friksi "kecil" Gusdur Versus Megawati Versus Angkatan Darat

Pertumbuhan rata-rata 7%
Depresiasi 708% dan Inflasi 82,4%
Pertumbuhan – 14%
Depresiasi sektoral 165% dan Inflasi 9,4%
Pertumbuhan 4-5%

Mhs luka-luka
Mahasiswa 12 orag meninggal, ratusan luka, 1500 rakyat meninggal
Mhs luka-luka, ribuan rakyat meninggal karena kerusuhan SARA

Penahanan rata-rata 3-8 tahun dan pemecatan
Penahanan harian dan denda
Belum ada penahanan

Soeharto tetap berkuasa, tidak ada perubahan kebijakan signifikan
Soeharto dan Habibie digulingkan, agenda reformasi macet total




DUA TAHAP REVOLUSI DEMOKRASI DAN PERAN OPOSISI ADHOC
Puncak revolusi mei 1998 adalah penggulingan Jenderal Besar (purn) Soeharto, didahului oleh pendudukan gedung DPR/MPR oleh mahasiswa Indonesia. Namun, revolusi mei 1998 hanyalah awal dari tahap pertama (first strage) revolusi demokrasi yang dipelopori gerakan mahasiswa. Tahap pertama revolusi demokrasi ini merupakan tahap pembongkaran kesadaran massa dan mahasiswa terhadap struktur ekonomi, politik, sosial dan budaya yang menindas atau eksploitatif. Proses pembentukkan tahap pertama revolusi demokrasi ini berlangsung sepanjang sejarah rezim Orde baru (ditandai sejumlah "puncak" perlawanan gerakan mahasiswa 1974, 1987,1989, dan 1998). Peran oposisi adhoc gerakan mahasiswa merupakan peran historis yang dipaksakan secara struktural oleh rezim Orde baru yang menjalankan satu jenis faasisme baru yaitu fasisme pembangunan (developmental fascism). Peran ini menjadi permanen sepanjang sejarah rezim Orde baru karena diberangusnya semua kekuatan oposisi formal (dalam kondisi demokrasi merupakan peran partai politik) dan ditundukkannya masuarakat sipil secara korporatis-fasistis, maupun melalui kekerasan terbuka.
Peran oposisi adhoc ini kembali dijalankan gerakan mahasiswa dibawah rezim Abdurrahman Wahid karena; Pertama: agenda reformasi total tidak dilaksanakan oleh semua lembaga politik baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif; kedua: tidak ada satupun partai politik yang menegaskan kekuatan politik oposisional dan memperjuangkan pelaksanaan agenda reformasi total tanpa kompromi politik dengan rezim Orde baru; ketiga: semua partai politik peserta pemilu 1999 (48 parpol) adalah legitimator UU pemilu yang cacat demokrasi karena mensyahkan keberadaan TNI/POLRI di legislatif (DPR/MPR, DPRD I dan DPRD II) dan keikutsertaan partai Golongan Karya dalam pemilu tanpa pertanggungjawaban hukum terhadap kejahatan politik, ekonomi dan HAM sepanjang 32 tahun rezim Orde baru. Dengan demikian semua partai politik berkhianat terhadap agenda reformasi total dan revolusi demokrasi, karena menjadi kolaborator politik rezim Orde baru .
GERAKAN POLITIK NILAI VERSUS GERAKAN POLITIK KEKUASAAN
Apakah gerakan mahasiswa bebas kepentingan politik? Tentu tidak, karena kepentingan pertama dan terutama yang diperjuangkannya adalah nilai-nilai (values) atau sistem nilai (values system) yang sifatnya universal seperti keadilan sosial, kebebasan, kemanusiaan, demokrasi dan solidaritas kepada rakyat yang tertindas. Karena itu oposisi adhoc gerakan mahasiswa di Indonesia merupakan gerakan politik nilai (values political movement) dan bukan gerakan politik kekuasaan (power political movement) yang merupakan fungsi dasar partai politik.
Nilai-nilai universal tersebut juga hidup dalam konteks kesejarahan suatu gerakan mahasiswa. Gerakan mahasiswa di Indonesia menterjemahkan nilai-nilai tersebut dalam konteks politik kontemporer Indonesia dalam bentuk agenda reformasi total sekarang ini berupa:
1. Amandemen UUD '45 menjadi konstitusi demokrasi,
3. Pengadilan pelaku KKN sepanjang pemerintahan Soeharto, Habibie dan Abdurrahman Wahid,
4. Pengadilan pelaku kejahatan HAM sepanjang pemerintahan Soeharto, Habibie dan Abdurrahman Wahid.
5. desentralisasi atau otonomi daerah seluas-luasnya,
6. reformasi perburuhan dan pertanian.
Dibandingkan dengan gerakan politik kekuasaan yang menjadi ciri khas partai politik, dimana penetapan agenda dan target politik maupun pemilahan lawan dan kawan politik semata-mata sebagai urusan taktis dan strategis untuk memperkuat dan mengukuhkan posisi politiknya dalam percaturan kekuasaan sekarang dan di masa depan. Maka gerakan politik nilai yang menjadi ciri khas gerakan mahasiswa walaupun melakukan penetapan agenda dan target politik maupun pemilahan lawan dan kawan politik, tetapi samasekali tidak untuk memperkuat dan mengukuhkan posisi politiknya dalam percaturan kekuasaan. Contohnya, ketika gerakan mahasiswa menolak pemilu 1999 dimasa rezim Habibie, lebih disebabkan oleh perhitungan bahwa pemilu tersebut cacat demokrasi dan mnegkhianati agenda reformasi total. Tetapi, untuk 48 parpol peserta pemilu 1999, pemilu tersebut merupakan peluang untuk meraih dan mengukuhkan kekauasaan politik atau sekedar memperoleh legitimasi hukum untuk keberadaan partainya, bahkan sekedar memperoleh sedikit jabatan dan sejumput uang.
Karena berdiri sebagai gerakan politik nilai, maka gerakan mahasiswa angkatan 2001 sekarang pun dengan luwes menetapkan sejumlah agenda dan target politik baru yang menghindarkan mereka dari jebakan dan manipulasi kepentingan elite maupun partai politik tertentu. Melalui pertarungan gagasan yang cukup tajam antar kelompok dan gerakan mahasiswa, sekarang secara praktis semua elemen gerakan mahasiswa "bersatu lagi" sebagai gerakan politik nilai, membela dan mengawal revolusi demokrasi dengan memperjuangkan agenda reformasi total yang mereka cita-citakan bahu membahu. Kini, kita semua menyaksikan sinergi gagasan dan kekuatan gerakan mahasiswa "bersatu" memperjuangkan agenda reformasi total atau enam visi reformasi ditambah dengan agenda menurunkan Abdurrahman Wahid, menolak kenaikan harga BBM dan sembako dan menjadikan KKN orde baru -partai Golkar sebagai musuh bersama (Common Enemy). Disarikan dari berbagai sumber

0 komentar:

Posting Komentar