DARI KOLONIAL KE
NEOLIB
Pendahuluan.
Saya sangat senang mendapat
kesempatan untuk mengantarkan buah tangan seorang aktivis, akademisi, feminis
dan pemikir besar dekade ini, Vandana Shiva yang diterbitkan oleh WALHI bekerja
sama dengan Insist Press ini. Di kalangan aktivis gerakan lingkungan yang memiliki agenda resistensi
atas kebijakan Neoliberalisme dan melawan Globalisasi, nama Vandana Shiva tidak
pernah absen. Ia menjadi guru dan inspirasi, maupun referensi teori bagi
pembela lingkungan tempat berteduh bagi manusia yang sangat disegani. Dia
berdiri tegar mempertahankan hak hak kehidupan rakyat miskin di Selatan.
Vandana
Shiva dan WALHI dua nama yang erat kaitannya. Sebagai gerakan lingkungan
terbesar dan tertua di Indonesia WALHI, seperti juga Vandana Shiva adalah
merupakan potret perjalanan gerakan lingkungan di tempatnya masing masing. Buku
Vandana Shiva yang berjudul Staying Alive, menjadi salah satu karya klasik bagi
feminis dan aktivis lingkungan. Sementara WALHI, bermula dari sekretariat forum
LSM lingkungan dan pecinta alam, saat ini mengalami transformasi menjadi
jaringan gerakan sosial terkuat di Indonesia . Jika di tingkat global
orang menyebut lingkungan, orang segera ingat Vandana Shiva, disini kata
lingkungan dan WALHI melekat erat. Jika Vandana Shiva jadi guru aktivis
lingkungan Selatan, disini WALHI boleh disebut sebagai "sekolah" bagi
banyak aktivis sosial, dimana ia melahirkan banyak pemimpin bangsa kita hari
ini. Seperti juga pemikiran Vandana Shiva, perjalanan WALHI menggambarkan
perjalanan persoalan lingkungan.
Mengapa Lingkungan?
Buku
ini membahas perebutan Air, sebagai symbol sumber daya alam, pelindung sejati
keaneka ragaman hayati, dan salah satu sumber kehidupan bagi manusia. Pendek
kata, air adalah hak asasi manusia, artinya tanpa air, manusia tidak layak
disebut manusia. Air merupakan hajat hidup orang banyak. Problem kekurangan air
dapat menimbulkan bencana bagi rakyat dan kelalaian dalam mengelola air juga
akan berakibat bencana. Air
adalah kehidupan. Oleh karena itu Vandana Shiva melihat air sebagai
fokus kajian persoalan lingkungan. Air sesungguhnya juga symbol masalah
lingkungan. Ketika untuk pertama kalinya PBB menyelenggarakan
konfrensi tentang Lingkungan Hidup (Human Environment) yang
diselenggarkan di Stockholm, bulan Juni tahun 1972, dilatar-belakangi oleh
desakan Swedia yang saat itu tertimpa musibah air hujan yang dikenal dengan
pencemaran terhadap
hutan yang merupakan tulang punggung ekonomi negara itu. Padahal sebelumnya
lingkungan hidup tidak pernah menjadi agenda pembangunan. Itulah cikal bakal
persoalan lingkungan. Dari situlah awal mulanya gerakan lingkungan, dan
menjamurnya organisasi
lingkungan hingga kini. Jika ditilik secara historis sebenarnya perkembangan
masalah lingkungan sudah muncul lama. Pertama, era menjelang ambruknya Kolonialisme di zaman
Liberal dan bentuk persoalan lingkungan yang terjadi dimasa itu. Kemudian era
paska kolonialisme "State led development" membawa persoalan
lingkungan dan manusia berbeda. Terakhir kita perlu bahas persoalan lingkungan
dan kaitannya dengan rakyat era "paska Pembangunanisme", yakni era
Neoliberalisme. Jika di masa lalu, di era "State-led
Development" negara dan pembangunan menjadi penyebab persoalan lingkungan
dan rakyat, saat ini, negara justru tidak berdaya melindungi warga dan
lingkungannya, akibat negara terikat dalam konvensi WTO, yang muatanya bertolak
belakang dengan gagasan ekologi.
Pembangunanisme dan
Lingkungan
Paham
Developmentalisme, muncul dari pergulatan atas teori dan ideologi yang timbul
akibat perubahan sosial paska Perang Dunia kedua, atau Paska Kolonialisme yang
dibangun di atas
landasan paham modernisasi. Paham ini mulanya dikembangkan sebagai
alternatif model liberal yang mengalami krisis legitimasi tahun 30-an yang
bersamaan dengan berakhirnya era kolonialisme. Saat ini kita
tengah menyaksikan runtuhnya model Pembangunanisme ini atau yang juga disebut
sebagai "State-led Development" atau Kapitalisme negara tersebut.
Pembangunanisme, dengan demikian merupakan bagian dari perjalanan dominasi dan
eksploitasi manusia atas manusia, yang diperkirakan telah berusia lebih dari lima ratus tahun. Proses
itu dimulai dari zaman Kolonialisme yang merupakan bentuk perkembangan
Kapitalisme di Eropa yang mengharuskan ekspansi secara fisik untuk memastikan
pasokan bahan baku
mentah bagi industri mereka. Pada fase Kolonialisme inilah proses dominasi manusia dengan segenap teori
dan ideologi yang mendukungnya berlangsung dalam bentuk penjajahan secara
langsung selama ratusan tahun. Meskipun banyak negara Afrika baru merdeka tahun
70an, namun yang secara resmi dianggap sebagai jaman berakhirnya Kolonialisme
adalah pada saat terjadinya revolusi di banyak negara jajahan segera setelah
berakhirnya perang Dunia ke II, sekitar lima
puluh tahun yang lalu.
Dampak
dari berakhirnya Kolonialisme, dunia memasuki era Post Kolonialisme, dimana
modus dominasi dan penjajahan tidak lagi dilakukan secara langsung, melainkan
melalui penjajahan teori dan ideologi. Era ini yang dimaksud dengan era
Development yang ditandai dengan kemerdekaan negara negara terjajah secara
fisik, namun, dominasi negara negara Penjajah terhadap bekas koloni mereka
tetap dilanggengkan melalui kontrol terhadap teori dan kebijakan perubahan
sosial.. Dalam kaitan itu sesungguhnya teori pembangunan menjadi bagian dari
alat dominasi, karena berbagai teori tersebut menjadi paradigma untuk
melanggengkan dan meligitimasi ketergantungan Dunia Ketiga terhadap negara
negara utara. Dengan kata lain, pada fase kedua ini kolonialisasi tidak lagi
terjadi secara fisik, melainkan melalui hegemoni yakni dominasi cara pandang
dan ideologi, serta "discourse" melalui reproduksi pengetahuan.
Jika
di zaman Kolononialisme persoalan lingkungan, terjadi karena sumber daya alam
merupakan "raw materials" bagi industri Kapitalisme, yang umumnya
berada di Selatan, dan
bahan mentah industri itulah yang mengundang bangsa utara melakukan
penjajahan. Pencurian sumber daya alam, keaneka ragaman hayati itu membuat
mereka tumbuh menjadi bangsa yang dominan. Penjajahan
dilanjutkan pada era paska kolonialisme melalui bentuk baru penjajahan teori
dan ideologi pembangunan. Era "state led developmentalism" persolan
lingkungan justru
akibat dari model Pembangunan seperti Revolusi Hijau dan pembangunan
pertanian. Negara yang baru merdeka yang menganut paham pembangunanisme dan
Modernisasi ini mengakibatkan persoalan lingkungan terjadi. Negara yang
seharusnya berperan memenuhi, melindungi rakyat dan lingkungannya, karena
sistim dan struktur pembangunan membawa mereka menjadi otoriter, yang anehnya,
otoriterianisme tersebut sering kali dilakukan atas nama demi pembangunan.
Sistim
Kapitalisme negara "developmentalisme" paska kolonialisme tersebut
pada dasarnya dilandaskan pada teori ekonomi "Keynesian." Teori ini
menjadi model dominan secara global setelah dikembangkan menjadi
teori pertumbuhan oleh W.W. Rostow , yang akhirnya berhasil menjadi model
pembangunan ekonomi dominan paska kolonialisme. Model ini dulunya mulai
diterapkan di Amerika Serikat dalam bentuk proyek "New Deal" pada
waktu pemerintahan Presiden Rosevelt. di tahun 30 an. Namun akhirnya Presiden
Harry S. Truman menjadikan model pembangunan ini sebagai strategi untuk
menghentikan laju perkembangan Sosialisme di Dunia Ketiga dalam kerangka
"Perang Dingin" di tahun 50 an era paska kolonialisme.
Lingkungan
hidup pada waktu era State-led Development itu menjadi tawanan model
pertumbuhan dimana mana, terutama bagi negara negara Selatan, dan persolan
lingkungan menjadi semakin keras disuarakan. Atas desakan aktivis lingkungan,
akhirnya PBB menyelenggarakan konferensi bumi di Rio ,
dimana negara negara menyepakati untuk memikirkan keberlangsungan lingkungan
bagi pembangunan. Tetapi 10 tahun setelah pertemuan di Rio tersebut, dunia
cepat berubah, paham state led development mengalami krisis dan dunia kembali
di tangan kaum liberal dan lahirlah kebijakan neoliberalisme global. Kini PBB
tidak lagi badan dunia yang mengatur perjanjian antar negara, lahir juga WTO
yang juga mengatur berbagai konvensi liberalisasi perdagangan dan investasi.
Persoalanya kemudian konvensi mereka sering bertentangan dengan konvensi PBB.
Isu lingkungan sekali lagi terjebak diantara kebijakan eko populisme dan
neoliberalisme.
Neoliberalisme ancaman
manusia dan lingkungan.
Saat
ini sudah semakin banyak orang menyadari, kita tengah menghadapi bencana baru,
proses dehumanisasi yang diakibatkan oleh suatu kebijakan politik ekonomi
global. Proses dehumanisasi tersebut mewujud dalam berbagai bentuk, kekerasan
struktural, pemiskinan dan peminggiran, serta pengkhianatan atas pemenuhan hak
hak ekonomi, Sosial dan Budaya. Pemenuhan HAM yang dulu pernah menjadi strategi
peradaban manusia untuk melindungi martabat manusia, saat ini secara sistimatik
dan struktural dikhianati. Karena itu pulalah saat ini saya anggap sebagai saat
yang paling kritis bagi sejarah perjalanan alam dan manusia
Di
akhir tahun 80an, model State-led Development suatu bentuk kebijakan ekonomi
yang dikembangkan sejak paska krisis tahun 30an untuk pertama kalinya mendapat
tantangan yang berarti. Ketika pemerintahan Reagan berkuasa di Amerika Serikat,
mulailah kebijkan negeri itu menenggelamkan paham negara, dan mulai
memperkenalkan kembali kebijakan liberalisme. Namun kebijakan liberal ini terus
mengalami kegagalan untuk dijadikan model global. Itulah mengapa penanda
tanganan GATT yang dikenal Putaran Uruguay selalu gagal
ditanda-tangani dan ditolak oleh negara negara selatan. Namun akhirnya model
state-Led Development atau Kapitalisme negara ini mengalami krisis dan ambruk
di tahun 90an. Negara negara Asia Timur, termasuk Indonesia yang
pada saat itu menjadi contoh model State-Led Development, juga mulai dijadikan
pelopor model Liberalisasi dan perdagangan bebas ikut pula mengalami
krisis. Tetapi anehnya,
justru yang menjadi pihak yang dianggap bersalah dan bertanggung jawab terhadap
kriisis dan kegagalan model State -Led Developmentalism ini adalah pihak
negara negara
percontohan dengan alasan korupsi dan Nepotisme. Alasan ini memberikan
legitimasi luar biasa terhadap kembalinya Liberalisme, dan akarena negara yang
bersalah, maka negara
harus menyerahkan kembali ekonomi dan politik pada pasar. Era inilah
yang dikenal sebagai Globalisasi yang dibangun diatas landasan neoliberalisme.
Neoliberalisme, dewasa ini sudah menjadi bagaikan "agama
baru," diyakini, dan diamalkan secara paksa melalui mekanisme kebijakan
dari tingkat lokal hingga global. Namun neoliberalisme sebagai suatu ideologi
dalam prakteknya
mengambil bentuk berupa paket kebijakan ekonomi yang sudah diamalkan di negara
kita menjelang krisis tahun 1998. Meskipun di kalangan akademisi universitas
dan Lembaga dana internasional Neoliberalisme tidak banyak dipersoalkan, namun
dikalangan aktivis gerakan sosial neoliberalisme menjadi topik pembicaraan yang
tiada henti. Namun bagi kalangan LSM, masih banyak yang tidak menjadikannya
sebagai agenda, akibat sibuk untuk melaksanakan proyek proyek neoliberal
seperti, penguatan civil society, good governance, maupun policy reform dari
perspektive neoliberal. Namun bagi kalangan rakyat dampak neoliberalisme sudah bisa
dirasakan dalam bentuk kesulitan hidup sehari hari. Sekarang ini ironisnya rakyat,
para petani, buruh, warga miskin kota
banyak yang lebih sadar politik ekonomi dibanding para pekerja LSM.
Tapi
apa hakekat neoliberalisme? Kata "neo" di alam neoliberalsime,
sesungguhnya merujuk pada bangkitnya kembali bentuk baru aliran ekonomi
Liberalisme lama. Paham ini mulanya
dibangkitkan oleh ekonom
Inggris Adam Smith yang terbit tahun 1776 berjudul "The Wealth Of
Nations," dia dan kawan kawannya menggagas penghapusan intervensi
pemerintah dalam ekonomi. Pemerintah haruslah membiarkan mekanisme pasar
bekerja, deregulasi, mengurangi segenap restriksi pada industri, mencabut semua
rintangan birokratis perdagangan, ataupun menghilangkan tariff bagi
perdagangan demi menjamin terwujudnya "free trade" atau perdagangan
dan persaingan bebas. Perdagangan dan persaingan bebas itu merupakan cara
terbaik bagi ekonomi nasional untuk berkembang. Dengan demikian, Liberalisme
disini berkonotasi "bebas dari kontrol pemerintah", atau kebebasan
individual untuk menjalankan
persaingan bebas, termasuk kebebasan bagi kaum kapitalis untuk mencari
keuntungan sebesar yang mereka inginkan. Ekonomi model liberalisme inilah yang
menjadi dasar bagi Amerika pada tahun 1800an sampai awal 1900 an. Hingga
bencana depressi yang dikenal "Great Depression" ditahun 1930 an
menerpa sistim itu, lantas munculah ekonom Inggris John Maynard Keynes yang
mengembangkan teori yang menantang kebijakan liberalisme tersebut. Sebaliknya, Keynes
mengembangkan gagasan yang justru mempertahankan bahwa "full
employment" buruh berperan strategis bagi perkembangan kapitalisme, dan
untuk itu peran pemerintah dan Bank Sentral justru menurutnya harus dilibatkan
bagi penciptaan lapangan kerja. Inilah gagasan yang mempengaruhi Presiden
Roselvelt yang kemudian mengembangkan program "New Deal" yang
bersejarah itu karena dianggap berhasil menyelamatkan rakyat Amerika waktu saat
itu. Sejak itulah "peran pemerintah" dalam ekonomi makin dapat
diterima. Sejak saat itu pulalah peran negara dalam bidang ekonomi semakin menguat dan
menenggelamkan paham liberalisme. Namun krisis Kapitalisme selama 25 tahun
terakhir, dan semakin mengurangnya tingkat profit yang berakibat pada
jatuhnya akumulasi
kapital, meneguhkan tekad korporasi besar untuk kembali ke sistim Liberalisme.
Melalui "corporate globalization" mereka merebut kembali ekonomi dan
berhasil mengembalikan paham liberalisme bahkan berskala global.
Munculnya
kembali paham liberalisme yang berkembang berskala global inilah yang disebut
sebagai neoliberalisme. Apa yang menjadi pendirian Neoliberalisme sesungguhnya
tak jauh berbeda dengan paham liberal, yakni suatu sistem yang ditandai dengan
karakter seperti: kebijakan Pasar bebas, untuk mendorong perusahaan perusahaan
swasta dan pilihan konsumen. Karakter lain adalah penghargaan atas tanggung
jawab personal dan inisiatif kewiraswastaan. Sebaliknya, negara atau pemerintah
bagi mereka merupakan masalah, oleh karenanya muncul gagasan menyingkirkan
birokrat yang dianggap sebagai "parasit" ekonomi. Bagi mereka,
birokrat tidak akan pernah mampu meskipun dikembangkan. Secara lebih khusus,
Neoliberalisme muncul dalam kebijakan : "Liberalisasikan perdagangan dan
finance. "Biarkan pasar menentukan harga", akhiri inflasi,
(Stabilisasi Ekonomi-makro, dan Privatisasi. Pemerintah haruslah
"menyingkir dari menghalangi jalan." (Chomsky, 1999).
Paham
neoliberalisme saat ini telah mengglobal. Neoliberalisme mulanya dikembangkan
melalui "konsesus" yang dipaksakan melalui penerapan kebijakan
neoliberalisme. Saat ini neoliberalisme berhasil menjadi suatu
tata dunia ekonomi politik baru. Arsitektur tata dunia ini ditetapkan dalam
suatu kesepakatan yang dikenal sebagai "The Noeliberal "Washington Consensus," kesepakatan
dari para pembela Ekonomi privat terutama wakil dari perusahaan perusahaan
besar yang mengontrol dan menguasai ekonomi internasional dan memiliki kekuasaan untuk mendominasi
informasi kebijakan dalam membentuk opini publik secara global.
Apa
sebenarnya yang menjadi pendirian paham neoliberalisme, pada intinya dapat
dirumuskan ke dalam pokok pokok pendirian sebagai berikut: Pertama, Biarkan
Pasar bekerja. Kepercayaan ini termasuk bebaskan perusahaan swasta (private
enterprises) dari negara atau pemerintah, apapun akibat sosialnya. Penerapan
kepercayaan tersebut berupa pemberian ruang bebas dan keterbukaan terhadap
perdagangan internasional dan investasi seperti AFTA maupun NAFTA, maupun dalam
bentuk kawasan pertumbuhan yang lebih kecil yang merupakan area bebas dari
birokrasi negara. Masuk dalam kepercayaan ini juga: tekan pengeluaran upah dengan
melakukan pecah belah persatuan buruh serta lenyapkan "hak hak buruh"
dimana selama ini hal tersebut selalu menjadi media perjuangan para buruh
"memaksakan kehendak mereka". Selanjutnya, lenyapkan kontrol atas
harga, biarkan "pasar bekerja" tanpa distorsi. Maasuk dalam keyakinan
ini adalah berikan kebebasan total "arus kapital, barang dan jasa. Semua
itu mereka rumuskan dalam suatu kredo:"unregulated market is the best way to increase
economic growth" Keyakinan bahwa hanya melalui pasar bebas pertumbuhan
bisa dicapai ini selanjutnya membawa ajaran "trickle- down" dalam
ekonomi sebagai jalan pemarataan.
Keyakinan
Kedua, kurangi pemborosan dengan memangkas semua anggaran negara atau
pemerintah yang tidak produktif seperti untuk pelayanan sosial atau untuk
anggaran pendidikan dan kesehatan. Semua itu juga dilakukan sekali lagi untuk
mengurangi peran negara. Pemotongan segala yang berbau subsidi ini tentu saja
retorika belaka, karena kebijakan neoliberal
justru memberikan subsidi besar besar pada perusahaan Transnasional
melalui "tax benefits" maupun "tax holidays".
Ketiga,
Neoliberalisme juga percaya pada perlunya deregulasi ekonomi. Keyakinan ini
diterapkan dengan mengurangi segala bentuk regulasi negara atau pemerintah
terhadap usaha, karena regulasi selalu mengurangi keuntungan, termasuk regulasi
mengenai "analisa Dampak Lingkungan, ataupun aturan keselamatan kerja dan
sebagainya. Dalam rangka itu pulalah mereka percaya perlunya Bank
sentral yang independen.
Keempat,
Keyakinan terhadap Privatisasi. Jual semua perusahan negara kepada investor
swasta. Privatisasi ini termasuk Perbankan, industri strategis, perkereta apian
dan transportasi umum lainnya, jalan bebas hambatan , PLN, Sekolah dan
Universitas, Rumah sakit Umum, bahkan Privatisasi air. Kebijakan neoliberal
tentang privataisasi ini dilakukan dengan alasan selain demi keyakinan
"persaingan bebas" yang biasanya dibungkus dengan demi
"efficiency dan mengurangi korupsi", tapi kenyataannya berakibat pada
konsentrasi kapital di tangan sedikit orang dan dan memaksa rakyat umum
membayar lebih mahal atas kebutuhan dasar mereka.
Keyakinan
Kelima, pemusnahan gagasan "The Public good" paham "sosial atau
komunitas" seperti "gotong oyong" serta berbagai keyakinan
solidaritas sosial yang hidup di rakyat, perlu diganti dengan paham
"tanggung jawab individual". Seringkali golongan paling miskin dalam
masayarakat menjadi korban dari kebijakan neoliberal, dan mereka harus
memecahkan masalah mereka seperti masalah kesehatan, pendidikan, jaminan sosial
serta masalah masalah lainnya dengan usaha sebisa mungkin dengan cara mereka
sendiri. Namun mereka justru yang selalu dipersalahkan, dianggap malas dan
tidak kreatif.
Dimana
mana kebijakan neoliberalisme menjadi prasarat berhuubungan dengan oleh lembaga
finasial internasioal seperti International
Monetary Fund (IMF) dan the World Bank. Kalau mau contoh bagaimana kebijakan
neoliberalisme diterapkan, tidak perlu mencarinya jauh jauh. Kebijakan ekonomi Indonesia
selama dan setelah krisis seperti pemotongan subsidi minyak, privatisasi bank negara,
universitas, privatisasi perusahan listrik negara, privatisasi rumah sakit umum
dan privatisasi perusahaan pertambangan dan perkebunan negara yang dulu
hasil dari
nasionalisasi diawal kemerdekaan adalah bentuk nyata dari kebijakan neoliberal.
Demikian halnya dis investasi negara terhadap perusahaan perusahaan dan bank,
liberaliasi perdagangan dan perpajakan yang semuanya diterapkan paska krisis
hingga kini adalah contoh terbaik bagaimana kebijakan neoliberal diterapkan.
Itulah makanya banyak orang mulai menganggap bahwa Neoliberalisme berarti
recolonisasi Indonesia .
Dimana mana kebijakan neoliberal juga membawa bencana. Di Amerika Serikat
misalnya, kebijkan neoliberalisme menghancurkan program welfare; menghancurkan
hak hak buruh termasuk buruh migrant; serta pemangkasan program sosial negeri
itu, seperti penolakan perlindungan anak. Lantas, siapa yang diuntungkan oleh
kebijakan neoliberalisme? Mereka yang diuntungkan adalah justru golongan kecil
minoritas dari umat manusia. Mayoritas umat manusia justru terpuruk dalam penderitaan yang belum
pernah mereka alami sebelumnya.
State-led Development,
sikap ambivalensi terhadap Lingkungan hidup.
"Developmentalisme",
paham yang dibangun diatas keyakinn
negara maupun pemerintah
harus menjadi penggerak pertumbuhan
ekonomi. Model ini ditetapkan sebagai
alternatif sejak krisis
Liberalisme pada zaman
Kolonialisme tahun 30an. Sejak saat
itu, negara menjadi aktor
utama atau diberi wewenang sebagai
pengendali ekonomi dan
politik. Namun, pada saat yang sama,
negara juga harus bertanggung
jawab untuk melindungi
mensubsidi dan bertanggung
jawab atas kesejahteraan rakyat.
Lebih lanjut negara
bertanggung jawab untuk mencegah rusaknya
lingkungan. Pada zaman
Developmentalisme itu, negara
menetapkan bahwa
"pembangunan" adalah hak aazazi, sehingga
kita dengar "The rights
to Development". Di era itu,
ratifikasi konvensi PBB menjadi tolok
ukur indikator
kebudayaan suatu bangsa.
Namun demikian sesunguhnya puncak
gemilang prestasi negara
adalah pada saat negara negara
berhasil membentuk PBB sebagai
lembaga global antar negara..
Pada saat itulah mula
pertamanya negara tidak saja berhasil
merebut kekuasaan ekonomi
dari tangan paham kapitalisme
liberal, tapi juga kekuasaan
politik secara internasional.
Cerita diatas sebenarnya
menunjukkan indikasi kekuatan negara
dan akibat menguatnya peran
negara, bahkan tingkat
internasional berakibat
semakin memperkecil ruang Kapitalisme
Liberal terutama MultiNational
Corporations MNCs dan
Transnational Corporations,
TNCs menjadi semakin dibatasi
ruang geraknya. Banyak hal
yang dulu dianggap hak asasi saat
ini dianggap sebagai komoditi
dan diprivatisasikan, seperti
air, pangan, kesehatan,
pendidikan, bahkan pelayanan sosial.
Pendidikan dulu dianggap
sebagai hak anak, demikian kesehatan
reporoduksi adalah hak
perempuan, dan negara berkewajiban
untuk memenuhinya. Monopoli
negara untuk pemenuhuhan kebutuhan
dasar dan layanan publik
sebagai bagian dari HAM, membuat
negara menguasai sumberdaya
alam untuk kesejahteraan rakyat
dan negara mendapat
legitimasi untuk melakukan subsidi kepada
rakyat, dengan meregulasi
harga.
Negara, melalui perusahaan
negara, selanjutnya melakukan usaha
demi untuk mensejahterakan
rakyat, seperti yang diamanatkan
oleh konstitusi negara.
Kakuasaan negara untuk mengontrol
sumberdaya alam dan ekonomi
inilah yang saat ini tengah
digugat oleh paham
neoliberalisme, yang memperjuangkan kembali
berlakukanya pasar bebas dan
mendesak negara untuk melepaskan
kekuasaan mereka atas
ekonomi, dan mereka menuntut agar
biarkanlah hukum pasar dan
persaingan bebas yang mengaturnya.
Melalui kampanye privatisasi
dan potong subsidi akhirnya
banyak negara saat ini tidak
mampu lagi melaksanakan amanat
konstitusi untuk memproteksi
rakyatnya. Agar negara tidak
bersalah karena melanggar
konstitusi, maka ada desakan dari
rezim pasar bebas untuk
melakukan amandemen konstitusi supaya
sesuai dengan pendirian pasar
bebas. .
Bersamaan dengan runtuhnya
paham "State -led development" dan
negara mengalami krisis, isu
mengenai hak asasi manusia tidak
lagi mendapat prioritas.
Terlebih lebih ketika negara telah
menjadi anggota WTO dengan
terpaksa akan melakukan amandemen
terhadap konvensi HAM PBB
yang telah diratifikasinya. Struktur
mekanisme global, dengan
kebijakan jeratan hutangnya bisa
memaksa suatu negara untuk
meratifikasi konvensi Tarif dan
Perdagangan WTO, meskipun konvensi itu
bertentangan dengan
Konvensi PBB tentang
biodiversity, Social Development,
Perempuan, Pembangunan
brkelanjutan, maupun konvensi konvensi
dibawah PBB lainnya.
Dari Develepmentalisme ke
Globalisasi.
Jatuhnya Developmentalisme,
atau kapitalisme negara
sesungguhnya ada kaitannya
dengan bangkitnya kembali
Liberalisme, itulah mengapa
jatuhnya paham developmentalisme
juga dikenal bangkitnya
Neoliberalisme. Model ini ditandai
dengan globalisasi pasar,
investasi dan proses produksi dari
perusahaan perusahaan
Transnasional (TNCs), dengan dukungan
Lembaga Finansial
Internasional, yang diatur melalui
organisasi perdagangan Global
yang dikenal dengan WTO.
Globalisasi memberikan janji
janji baru akan kesejahteraan.
Namun sejak dilaksanakan
Globalisasi justru melahirkan
persoalan keadilan sosial dan
HAM. Negara kita masuk dalam
arus globalisasi sejak masuk
dalam kesepakatan international
perdagangan GATT bulan April
1994, di Marrakesh, Maroko. GATT
merupakan kumpulan aturan
internasional yang mengatur perilaku
perdagangan antar pemerintah
dan forum negosiasi dan
pengadilan perdagangan antar
pemerintah, jika terjadi
perselisihan dagang antar
negara-negara pesertanya Kesepakatan
itu dibangun diatas asumsi
bahwa sistim dagang yang terbuka
lebih efisien dibanding
sistim proteksionis seperti era
developmentalisme. Mereka yakin bahwa
persaingan bebas akan
meguntungkan bagi negara yang
mampu menjalankan perekonomian
secara efektif dan efiesien.
Pada tahun 1995 GATT dilembagakan
dalam organisasi perdagangan
dunia baru yang dikenal dengan
World Trade Organizations
(WTO) WTO bertindak berdasar
komplain yang diajukan
anggotanya. Dengan demikian WTO
merupakan arena mekanisme
Globalisasi yang terpenting. Jika
WTO adalah forum kesepakatan
perdagangan tingkat Global, di
tingkat regional forum serupa
yang lebih kecil ditetapkan,
misalnya The North American
Free Trade Agreement (NAFTA)
antara Amerika Serikat dan Mexico ,
maupun tingkat regional
seperti the Asia Padific
Economic Conference (APEC). Bahkan
banyak kesepakatan lebih
kecil lagi seperti segitiga
pertumbuhan Singapore , Johor dan Riau (SIJORI)
ataupun
BIMPEAGA di kawasan timur. Ada 14 kawasan serupa
yang ebih
kecil saat ini seperti
Otorita Batam, yang memiliki kebijakan
otonom. Ada sejumlah elemen anatomi Globalisasi itu,
pertama,
penciptaan mekanisme
Globalisasi Sistim dan proses Produksi,
yakni konsolidasi sistim
fabrikasi dunia melalui penciptaan
hirarki jaringan produksi dan
perdagangan skala global.
Proses ekspansi sistim
produski global ini dikembangkan
melalui penciptaaan dan
pengalokasian Zone Proses ekspor (
Export Proccessing Zone atau
EPZs). EPZ adalah suatu wilayah
yang dikhususkan bagi eksport dengan
syarat mampu
mengembangkan aturan duane,
pajak domestik dan perburuhan yang
minimal Domestik supaya
menjadi daya tarik TNCs .Dengan
demikian jelas, bahwa TNCs
lah yang berkepentingan, karena
merekalah yang diuntungkan.
Tidak heran, mengapa selama dua
dasa warsa menjelang
berakhirnya abad Millenium, jumlah TNCs
meningkat pesat, dari sekitar
7000 TNCs ditahun 1970, dalam
tahun 1990 jumlah itu
mencapai 37,000 TNCs. Selain jumlahnya
TNCs juga berhasil menguasai
perkonomian dunia. TNCs berhasil
menguasai 67% perdagangan
dunia. Lebih lanjut mereka juga
telah berhasil menguasai 75%
dari total investasi global. Ada
100 TNCs dewasa ini menguasai
ekonomi Dunia. Mereka mengontrol
75% perdagangan dunia .
Selain TNCs, aktor lain yang memainkan
peran besar dalam Globalisasi adalah
lembaga Finansial
Internasional (IFIs), yang
sering juga disebut "Multirateral
Development Banks". IFIs
merupakan organisasi global yang
beranggotakan negara negara
maju, bertugas memberi hutang
kepada negara miskin. Ada dua IFIs yang secara
global dikenal
yakni The World Bank dan
International Monetary Fund (IMF).
IMF ini adalah organisasi
yang paling berkuasa di abad 20.
Berpusat di Washington D.C.
IMF memiliki misi untuk
mengupayakan stabilitas
keuangan dan ekonomi melalui pemberian
hutang , guna meringankan
penyesuaian neraca pembayaran dengan
suatu
"kondisionalitas" yang ditentukan. IMF saat ini
beranggotakan 182 negara.
Namun Amerika Serikat yang paling
berkuasa atas segala
keputusan IMF, karena negara itu memiliki
hak voting mencapai 17.8%,
selain Amerika Serikat tidak ada
yang memiliki hak voting
lebih dari 6%. Sementara mayoritas
negara anggota hanya memiliki
kurang dari 1%. Padahal ketika
dicetuskan oleh Keynes dan
Dexter, IMF bertujuan "untuk
menciptakan lembaga
demokratis yang menggantikan kekuasaan
para bankir dan pemilik
kapital internasional yang dituduh
bertanggung jawab atas resesi
tahun 1930an
Selain IMF ada Bank Dunia
yang pada dasarnya merupakan lembaga
pemberi hutang multilateral.
Bank Dunia terdiri atas empat
lembaga keuangan yang saling
berkaitan, namun IBRD yang lebih
sering disebut sebagai Bank Dunia. Misi
Bank Dunia adalah
sebagai lembaga internasional
yang membantu mengurangi
kemiskinan dan membiayai
investasi untuk pertumbuhan ekonomi.
Namun berbagai program Bank
Dunia seperti 'Structural
Adjustment Program"
merubah misi awalnya itu dan justru
menjadi pendukung utama model
ekonomi pasar bebas.
Neoliberalisme sebagai
ancaman lingkungn hari ini.
Apa ancaman jika kebijakan
ekonomi negara dipaksa justru demi
untuk melindungi arus modal
TNC ? Reformasi kebijakan nasional
saat ini sesungguhnya
dimaksud untuk menyingkirkan segenap
kebijakan negara yang
dicurigai menghambat laju ekspansi
investasi, maupun menghambat
proses peroduksi dan pemasaran
global. Demikian halnya
reformasi kebijakan privatisasi,
termasuk kebijakan bidang pertanahan,
perpajakan dan investasi
yang terjadi saat ini, lebih
dimaksud sebagai pelicin "jalan"
bagi TNCs untuk investasi dan
beroperasi. Persoalannya,
segenap reformasi kebijakan
tersebut berdampak memarginalkan
rakyat bawah dan berpotensi
merusak lingkungan, karena,
perubahan kebijakan tersebut
dimaksudkan lebih demi untuk
memberikan keleluasaan TNCs
untuk investasi, produksi dan
berdagang komoditi tanpa regulasi.
Di berbagai tempat, kebijakan
neoliberalisme ternyata telah
membawa bencana bagi
lingkungan hidup dan HAM. Di desa desa,
kebijakan 'akses pasar' dan
'domestic support' terhadap MNC
demi alasan persaingan bebas
ini telah memaksa pemerintah
harus mengubah kebijakan dari
subsidi bagi petani kecil
menjadi subsidi kepada
perusahaan agribisnis raksasa, dan
proses ini sekaligus
menggusur kemampuan petani kecil sebagai
produsen. Akibatnya nanti
petani kecil tidak ada pilihan lain
kecuali melepaskan sumber
alam terutama tanah mereka. Di
sektor urban, kebijakan
neoliberal dalam bentuk penghapusan
subsidi, privatisasi dan
pemotongan anggaran kesejahteraaan
sosial, telah memarginalkan
masyarakat miskin kota
terutama
kaum perempuan dan anak anak.
Dalam definisi HAM PBB, jelas
setiap kebijakan negara yang
memarginalkan rakyat miskin dapat
dikatagorikan sebagai
pelanggaran hak ekonomi dan budaya.
Kebijakan yang mendorong
ekspor dan impor komoditi pangan
secara bebas ini telah
menggusur masyarakat miskin kecil
sebagai penghasil pangan. Hal
itu akibat dari kebijakan
menghapus subsidi kepada
masyarakat miskin dan menghapus
tariff hasil pertanian, dalam rangka
kompetisi bebas, rakyat
miskin yang tak sanggup
bersaing telah gulung tikar. Inilah
bentuk pelanggaran hak hak
ekonomi. Studi FAO atas dampak
negara yang
mengimplementasikan kesepakatan pertanian 'Uruguay
Round" di 16 negara
menyimpulkan telah terjadi
peng-konsentrasi-an lahan
pertanian, marginalisasi masyarakat
miskin dan yang cukup
berbahaya makin meningkatnya
pengangguran dan kemiskinan.
Kebijakan 'akses pasar' dan
'domestic support' terhadap
TNC serta alasan persaingan global
telah memaksa pemerintah
untuk menghapus subsidi bagi
masyarakat miskin untuk dialihkan pada
perusahaan agribisnis
raksasa, dan proses ini
sekaligus menggusur kemampuan
maasyarakat miskin kecil
sebagai produsen. Salah satu akibat
terbesarnya adalah masyarakat
miskin harus melepaskan sumber
alam terutama tanah mereka.
Privatisasi menjadi kebijakan
neoliberal yang penting di
sektor perkotaan, misalnya
privatisasi "basic social services"
seperti: transportasi publik
atau transportasi umum, air
bersih, listrik, dan
kesehatan telah menjadikan hak hak dasar
rakyat miskin tidak
terpenuhi. Demikian halnya penghapusan
subsidi kepada rakyat, suatu
kebijakan yang mengabdi kepada
kepentingan pasar bebas dan
persaingan bebas itu, selain suatu
kebijakan yang lebih dimaksud
demi melindungi Kapital
Internasional, dibayar dengan
marginalisasi rakyat miskin
barang dan jasa, dan telah
menyingkirkan sekaligus
memarginalkan kaum miskin kota .
Penutup : Gerakan Lingkungan
menghentikan Neoliberalisme..
Dimasa mnendatang pekerjaan
rumah yang harus diselesaikan oleh
gerakan lingkungan makin
besar. Perjalanan dominasi politik
ekonomi neoliberal global
berimplikasi terhadap lingkungan.
Kita belajar dari Vandana
Shiva, bahwa kebijakan
Neoliberalisme adalah bentuk
perkembangan ideologi kapitalisme
baru yang melanggengkan
sejarah panjang domonasi dan
penjajahan manusia atas
manusia lain. Neoliberalisme sebagai
bentuk baru Kolonialisme
berhasil menjadi hegemoni dominan,
telah mengakibatkan perebutan
keanekaragaman hayati,
dehumanisasi mayoritas umat
manusia dimuka bumi, oleh karena
itu harus dihentikan. Saat
ini penghancuran lingkungan, yang
berupa pencurian keaneka
ragaman hayati, melalui rezim patent,
privatisasi dan komodifikasi
air maupun pelayanan sosial,
menjadikan negara tidak mampu
lagi mempertahankan jati diri
sebagai pelindung warga
negara seperti dalam teori kontrak
sosial. Negara menjadi lemah
karena jebakan dan intervensi
sistim kebijakan
neoliberalisme. Bencana yang menimpa
masyarkat adat, kaum miskin kota , kaum perempuan dan
anak anak
dan golongan marginal
lainnya, justru terjadi akibat negara
dipaksa mengkhianati
rakyatnya dengan mengadopsi kebijakan
neoliberal. Oleh karena itu,
rakyat merindukan gerakan
lingkungan yang mampu
mempertahankan negara supaya mampu
melindungi hak hak warga
negaranya.
Gerakan lingkungan sebagai
social movement perlu semakin
digalakan. Gerakan lingkungan
akan mengurus banyak hal, mulai
mempersoalkan hutang, kata
lain dari investasi yang berpotensi
menyingkirkan rakyat, masalah
kebijakan neoliberal
pemberlakuan patent atas
kehidupan, karena merupakan bentuk
pencurian keanekaragaman
hayati rakyat Selatan melalui sistim
pemberian hak kekayaan intelektual maupun
pemberian monopoli
pada TNCs. Mengkampanyekan
agar rakyat rmemboikot dan resisten
terhadap hasil produk
pertanian melalui rekayasa genetika (GMO
)yang belum pasti aman
tersebut juga menjadi agenda gerakan
sosial. . Agenda besar
gerakan lingkungan yang penting lannya
adalah soal privatisasi dan
komodifikasi air. Selain itu
pekerjaan pencegahan pencemaran
lingkungan yang selama ini
sudah digalakan.
Salah satu kerja yang
seharusnya menjadi bagian tak
terpisahkan oleh gerakan
lingkungan adalah membangkitkan
kesadaran kritis rakyat akan
implikasi kebijakan
neoliberalisme terhadap
terebutnya hak hak sumber kehidupan
rakyat. Gerakan ini yang akan
memaksa negara juga segera
meratifikasi konvensi asasi
yang lain yang diperlukan rakyat
sebagai perisai atas ancaman
Neoliberalisme Gerakan sosial ini
akan mendesak negara untuk
dapat melindungi hak asasi warga
negara, dengan cara membantu
negara untuk terhindar dari
tekanan rezim pasar bebas, dengan cara
meratifikasi semua
kovenant dan konvensi HAM PBB
dan menerapkannya.Gerakan sosial
akan mendesak negara
mengintegrasikan semua Konvensi yang
telah diratifikasi ke dalam
semua kebijakannya.. Ini berarti
tidak ada aturan pemerintah
atau negara yang bertentangan
secara substansial dengan
gagasan hakHAM. Setelah negara
meratifikasi konvensi HAM
PBB, negara juga dicegah untuk
mengadopsi konvensi lain,
seperti Konvensi WTO, yang secara
substansial bertentangan
dengan konvensi HAM PBB yang telah
diratifikasi. Gerakan
lingkungan perlu meneruskan usaha
pendidikan politik rakyat,
pemantauan dini , advokasi
kebijakan untuk mencegah
kebijakan neoliberal yang diterapkan.
Akhirnya, Gerakan lingkungan
menjadi relevan, mengantarkan
bangsa, rakyat pun negara
untuk menjadi perisai invasi
globalisasi Neolibralisme
yang kini menjadi ancaman lingkungan
dan manusia terbesar.
Daftar Pustaka
Amin, Samir.Capitalism in the
age of Globalization: The
management of contemporary
Society. London :
Zed Book.1990
Bell,S. "Globalization,
Neoliberalism and The Transformation
of the Australian
state". Australian Journal of Political
Science 32 (3). 1997.
Chomsky, Noam. Profit over
people, Neoliberalism and Global
Order. New York : Seven Stories press 1999.
Fakih, Mansour, Masyarakat
Sipil Untuk Transformasi Sosial;
Pergolakan Ideologi LSM Indonesia .
Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.1996.
-----,. Runtuhnya Teori
Pembangunan dan Globalisasi. Insist
Press; 2001.
Gill,S. "Globalization,
Market Civilization and Disciplinary
Neoliberalism" Millenium
24: 3 399V 423 . 1995.
Kloppenberg.J. Report on the
Commission of Plant Genetic
Resources. FAO.1990.
Laclau, E. & Mouffe, C.
Hegemony and Socialist Strategy:
Towards a Radical Democratic
Politics. London :
Verso Editions,
1985.
Madley, J. Big Busines, Poor
Peoples; The impact of
Transnational Corporations on
the World's Poor. London :
Zed
Book. 1999
McMichael, Philip.
Development and social change; a global
perspective. California : Pine Forge
Press, 1996.
Payer, C. The Debt Trap; The
IMF and the Third World . New
Payer, C. "The IMF in
the 1980s: What has it Learned; what
have We Learned about
it?" In Third World Foundation (Ed.),
Sachs, W. (Ed.). The
Development Dictionary, A Guide to
Knowledge as Power, London : Zed Books: 1992.
Shiva, Vandana. The violence
of the Green Revolution:
Ecological Degradation and
Political Conflict in Punjab , 1989.
-----------, Biodiversity, A Third World Perspective. Penang ,
----------, Biotechnology and
Environment. Penang , The Third
World Network.1994.
Shutt, H. The Trouble With
Capitalism. An Inquiry to the
causes of Global Economic
Failure. London :
Zed Book.
1.
Pengantar bakal buku Water Wars (Vandana Shiva) edisi
2.
Anggota Komnas HAM,
0 komentar:
Posting Komentar