Merokok merupakan budaya warisan penjajahan
Barang kali tak asing lagi ditelinga kita pembahasan mengenai rokok yang dewasa ini acap kali menjadi tema-tema sentral dalam perbincangan. Sebagaimana yang kita ketahui sebagian besar opini publik memberikan deskripsi eksplisit bafvhwa rokok memiliki sisi negatif yang lebih dominan daripada sisi positif yang dimilikinya. Dengan adanya hal tersebut mencuatlah ke permukaan pro-kontra konsumsi rokok di negara kita.
Opini publik yang lebih dominan menyuarakan sisi negatif rokok cenderung terfokus dari segi kesehatan. Sejumlah penelitian menyebutkan bahwa di dalam rokok terkandung berbagai macam zat kimia yang mempunyai efek buruk terhadap kesehatan. Konon, “menghabiskan sebatang rokok sama halnya dengan mengurangi sehari masa hidup kita”. Ini menunjukan seakan-akan rokok merupakan penyebab murni kematian. Padahal, belum tentu orang yang merokok kelak akan mati atau menderita kesehatannya dengan hanya disebabkan oleh rokok.
Rokok dengan sisi negatifnya yang lebih dominan merupakan warisan penjajah. Penjajah selalu berkeinginan untuk menundukkan dan menguasai obyek jajahannya. Dengan berbagai cara, apapun akan mereka lakukan untuk mewujudkannya. Sebagai sarana untuk melemahkan jajahannya --pada umumnya-- mereka membawa hal-hal yang berefek buruk bagi jajahanya. Budaya rokok memang merupakan warisan penjajah, akan tetapi apa yang dibawa oleh penjajah tidak menutup kemungkinan memberikan dampak positif terhadap obyek jajahannya. Kendati opini publik lebih terfokus terhadap sisi negatif rokok, akan tetapi tak dapat dipungkiri lagi –kenyataannya-- rokok sebagai budaya yang diwariskan oleh penjajah memiliki sisi positif yang berperan besar dalam upaya mewujudkan kesejahteraan bangsa.
Sejarah Munculnya Budaya Rokok di Indonesia
Menilik historisitas munculnya rokok bahwasannya rokok pertama kali ditemukan di Amerika. Hal tersebut berawal dari penjelajahan bangsa-bangsa Eropa berkisar pada awal abad ke 15 menuju Amerika.
Mereka bertujuan untuk melihat kondisi perkembangan masyarakat Amerika paska kemerdekaan, dan secara tidak langsung mereka juga mengenal gaya hidup (life style) masyarakat Amerika pada saat itu. Keunikan gaya hidup mereka tampaknya mengundang simpatik yang begitu besar bagi pengunjung dari Eropa tersebut, tidak terkecuali dalam hal merokok. Sehingga, setelah para penjelajah tersebut kembali ke daerah asal mereka yaitu Eropa, mereka pulang dengan membawa bibit tembakau (sebagai bahan dasar pembuatan rokok). Tanpa disadari mereka mengadopsi life style masyarakat Amerika tersebut. Kemudian para penjelajah dari Eropa tersebut mulai menghisap daun tembakau (merokok) dan kebiasaan inipun mulai menyebar keseluruh penjuru dunia, termasuk Indonesia.Bangsa Eropa merupakan bangsa yang gemar melakukan penjelajahan. Awalnya, hal tersebut pure mereka lakukan dengan adanya keinginan yang kuat untuk menemukan dunia-dunia baru. Kemudian, berangkat dari peristiwa jatuhnya kota Konstantinopel (Byzantium) pada tahun 1453 M ke tangan Turki Usmani, aktivitas perdagangan antara orang Eropa dan Asia terputus. Bangsa Eropa menghadapi kendala krisis perdagangan rempah-rempah. Oleh karena itu, bangsa Eropa berusaha keras mencari sumbernya dengan melakukan penjelajahan samudera.Singkatnya, sampailah penjelajahan mereka di Indonesia. Bangsa Eropa yang pertama kali menginjakkan kaki di bumi pertiwi ialah Bangsa Portugis pada abad ke 15 yang dipimpin oleh Alfanso d’Albuquerque. Kedatangan mereka tepatnya di daerah Maluku. Selanjutnya, kedatangan mereka di Indonesia disusul oleh Bangsa Spanyol, Belanda, dan Inggris. Perlawatan mereka (Bangsa Eropa) ke Indonesia sebagai upaya untuk menuntaskan kendala krisis perdagangan rempah-rempah akhirnya tidaklah sia-sia. Indonesia merupakan daerah penghasil rempah-rempah terbesar pada zamannya. Sehingga, tak ayal pada saat itu mereka saling memperebutkan Indonesia.
Perlawatan mereka di Indonesia yang menjelma menjadi penjajahan dengan tujuan mengeruk kekayaan Indonesia sebagai sumber rempah-rempah dalam rangka menuntaskan kendala krisis perdagangan rempah-rempah tidaklah berjalan singkat. Diantara mereka yang paling menonjol memakan waktu paling panjang ialah Bangsa Belanda, dengan jangka waktu yang kurang lebih mencapai 3,5 abad. Secara tidak langsung –adanya rentang waktu kehidupan mereka yang berjalan cukup panjang di Nusantara-- mereka mengenalkan gaya hidup dan budaya mereka. Dalam hal ini ialah rokok. Sebagaimana sejarah munculnya budaya merokok di Eropa dimana mereka mengadopsinya dari Amerika, Bangsa Indonesia pun sebagai korban penjajahan tanpa disadari juga mulai mengadopsi budaya mereka. Sehingga, dapat dikatakan bahwasannya rokok merupakan budaya warisan penjajah lantaran Bangsa Eropa yang ada di Indonesia pada saat itu tengah menjajah Bangsa Indonesia.Rokok Ikut Berperan dalam Upaya Mewujudkan Kesejahteraan Bangsa.
Senada dengan opini publik rokok memang mempunyai sisi negatif, namun dibalik sisi negatif rokok yang acapkali diteriakkan dalam opini publik, rokok tentunya juga memiliki sisi positif yang berperan besar dalam upaya mewujudkan kesejahteraan bangsa. Sisi positif rokok tersebut terlihat jelas dari segi ekonomi.
Tak kalah menyita perhatian publik dimana rokok merupakan salah satu sumber pendapatan keuangan negara. Fahmi Idris (mantan Menteri Perindustrian) mengatakan bahwasannya penerimaan negara dari cukai dan pajak rokok cukup besar bahkan mengalahkan penerimaan negara dari hasil pertambangan, yakni Freeport yang dalam satu tahun tidak pernah melebihi angka Rp 3 triliun. Pasalnya, cukai yang diterima oleh pemerintah dari industri rokok dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Menurut sejumlah laporan, pada tahun 2001 pendapatan negara melalui industri rokok senilai Rp 17 triliun. Kemudian pada tahun 2007 angka ini melambung menjadi 42,03 triliun.
Meskipun sektor pajak merupakan penyumbang terbesar pendapatan negara, akan tetapi selain pajak industri rokoklah yang paling berperan aktif dalam meningkatkan pendapatan negara, mengingat sumbangan yang diberikan oleh industri rokok kian meroket dari tahun ke tahun. Dengan jelas hal ini menunjukkan bahwa rokok memberikan sumbangan yang tidaklah sedikit dalam pendapatan negara.
Kemudian, yang masih merupakan sisi positif rokok dari segi ekonomi ialah meningkatkan perekonomian rakyat. Bahan dasar rokok ialah tembakau, dan penyuplai tembakau sepenuhnya adalah petani tembakau. Industri rokok sudah barang tentu membutuhkan tenaga kerja dengan jumlah yang cukup besar guna memperlancar laju produksi rokok. Hal ini menunjukan peran industri rokok dalam menanggulangi masalah pengangguran yang kerap kali melanda rakyat dalam berbagai lapisan. Secara tidak langsung dengan adanya lapangan pekerjaan guna menanggulangi masalah pengangguran, hal tersebut dapat meningkatkan perekonomian rakyat.
Dengan hadirnya industri rokok yang telah aktif berperan dalam meminimalisir pengangguran, rakyat cenderung menggantungkan kehidupan mereka pada lapangan pekerjaan yang sepenuhnya merupakan kontribusi industri rokok. Lapangan pekerjaan tersebut menjadi satunya-satunya tulang punggung sumber penghidupan mereka. Sehingga, di satu sisi rokok memang sangatlah dibutuhkan oleh rakyat.
Melalui peningkatan pendapatan negara serta perekonomian rakyat sedikit demi sedikit lambat laun kesejahteraan bangsa dapat terwujud. Diakui ataupun tidak rokok memiliki sisi positif yang sangatlah berperan dalam upaya mewujudkan kesejahteraan bangsa. Sisi positif rokok dari segi ekonomi cukuplah menjadi bukti kongkret atas peran besar rokok dalam hal tersebut.
Daftar Pustaka1.Muhammad Yunus BS, Kitab Rokok, Nikmat & Mudharat, Yang Menghalalkan atau Mengharamkan (Yogyakarta: Kutub, 2009), hlm. 13.
2.Aris Oneto, “Sejarah Pelayaran Bangsa Eropa” dalam http://sahabatriswanto.blogspot.com.3.Fandy, “Sejarah Datangnya Bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia” dalam http://ippang92.blogspot.com.4.Rudi, “Pendapatan Negara Cukai dan Pajak Rokok Capai Rp 52 Triliun” dalam http://Depkeu.Multiplay.com.
5.Master, “Positif Rokok” dalam http://gue-aja.blogspot.com.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar