Ancaman Globalisasi Budaya Terhadap Identitas Nasional Bangsa Indonesia


Ancaman Globalisasi Budaya
Terhadap Identitas Nasional Bangsa Indonesia

Pendahuluan

            Ibu adalah orang pertama yang mengajarkan kita tentang bagaimana memaknai hidup dan daripadanyalah diajarkan tentang lingkungan sosio cultural yang dekat dengan diri kita. Bahasa ibu adalah bahasa tentang kejujuran kearifan kebijaksanaan serta cinta dan kasih sayang, budaya kita berangkat daripada bagaimana memaknai lingkungan yang  pertama ketika terlahirkan dalam struktur masyarakat dari sinilah kesadaran kita sebagai mahluk sosial terpenuhi.         
Apakah globalisasi budaya itu ? yang manakah budaya nasional kita ? ini adalah serangkaian pertanyaan yang mungkin akan kita lontarkan ketika melihat dan berusaha memahami tema yang diatas. Seiring dengan pertanyaan tadi maka pasti dalam alam pikiran kita mencoba menulusuri tentang akar budaya yang mana yang membesrkan kita, dan bagaimana budaya global itu mempengaruhi bangsa ini. Dalam pembahasan nanti penulis akan berusaha mencoba memetakan tentang struktur budaya Nasional dan bagaimana Globalisasi budaya mengancam identitas bangsa kita.

Apakah gerak pelestarian budaya nasional sebagaimana sering dikumandangkan membantu pevitalisasiannya atau malah menjurus ke involusi kebudayan ? bagaimana dapat dicegah bahwa himbauan sekitar kebudayaan bangsa menjadi tameng pamrih generasi yang telah established, jadi jangan sampai kritik vokal terhadap materialisme Barat menjadi tameng materialisme Timur ?
Jadi kebudayaan Indonesia mau dibawa ke mana ?

Sejak memasuki bangku sekolah diajarkanlah tentang Bhineka Tungggal Ika, faham tentang aneka ragam budaya dan kesatuan akan identitas itu dibawah simbol Pancasila. Pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) atau sekarang Kewiraan adalah sebuah cara yang dilakukan oleh institusi negara untuk menanamkan identitas nasional kepada rakyatnya. Maka dimunculkanlah simbol-simbol persatuan dan simbol-simbol persaudaraan, karena dengan memasuki wilayah institusi pendidikanlah penanaman ideologi negara dan nasionalisme itu bisa efektif karena akan menyentuh kesadaran pikir mereka.
Dalam literatur historikal manusia tidak ada suatu peradaban yang hadir tampa peradaban sebelumnya, dapat dilihat bahwa peradaban tertua adalah yunani, babilonia, dan sumeria ternyata sangat berkaitan dengan peradaban timur dan begitupula peradaban timur sangat berpengaruh terhadap peradaban barat, akan ada pergesekan budaya dari setiap entitas-entitas dalam sejarah manusia. Oleh karena itu sebelum membahas tentang pengaruh budaya global maka semestinya diidentifikasi dulu, apa identitas nasional itu dan seperti apa budaya global tersebut, atukah  diperlukan sebuah pemetaan-pemetaan dalam menafsirkan identitas  nasional dan budaya global.
Identitas nasional sesuai dengan undang-undang dasar negara ini adalah segala hal yang berupa warisan nenek moyang bangsa, baik itu sebuah nilai, sistem sosial, dan artefak (benda-benda). Jadi ketika yang dibicarakan adalah identitas nasional maka itu akan berisi tentang sistem nilai norma hukum yang ada dalam masyarakat Indonesia, yang apabila dilihat secara holistik teryata terdapat sistem nilai yang berupa entitas budaya asli bangsa ini yang coba di akumulasikan dalam kata Pancasila. Dengan pancasila ini coba dibangun kesadaran bangsa ini tentang norma-norma tata hidup bernegara dan bermasyarakat, maka diajarkanlah tentang toleransi, tepa selira, persatuan, keadilan dan persamaan, dan kebebasan berketuhanan, jadi secara umum yang menjadi gambaran identitas bangsa ini adalah Pancasila sebagai sebuah sistem nilai. Namun yang paling umum dalam melihat identitas nasional adalah nilai spiritual adalah yang lebih dominan dan nilai rasional adalah yangs selanjutnya ada nuansa-nuansa agamis dalam entitas budaya nasional.
Budaya global yang lahir dari faham modernisme adalah implikasi dari budaya barat yang mengedepankan rasionlitas empiris dengan pemisahan wilayah nilai spirit dan wilayah rasional (sekular), hal ini sanagat mempengaruhi karakter budaya masyarakat barat denagan mengedepankan rasio sebagai sumber utama peradaban maka setiap prinsip-prinsip nilai kemasyarakatan dibangun dalam kerangka rasio tadi. Namun rasio dala ini yang berlandaskan empirisme dimana mengedapankan pengalaman-pengalaman dalam menentukan nilai, etika kebebasan, demokrasi, dan hak asai manusia diterrjemahkan dalam wilayah esensial rasional manusia.            
Sebelum melanjutkan kenapa terjadi globalisasi budaya semestinya ada pahaman yang dikedepankan dalam pembentukan masyarakat, dalam pembentukan kelompok terjadi melalui interaksi dan proses sosial, maka demikian pula dalam pembentukan masyarakat melalui proses interaksi antar kelompok. Kedua proses pembentukan kelompok maupun dalam pembentukan masyarakat semuanya terjadi melalui proses komunikasi. Komunikasi merupa+kan suatu proses interaksi dimana suatu stimulus (rangsangan) yang memeperoleh arti tertentu dijawab oleh orang lain(respons), secra lisan maupun tertulis maupun dengan isyarat. Kata-kata lain dari Charlotte Buhler “sosialisasi dalam proses yang membantu individu-individu belajar dan menyesuaikan diri, bagaimana cara hidup dan bagaimana cara berfikir kelompoknya agar supaya dia dapat berperan dan berpungsi dalam kelompoknya”.
Pembentukan karakter dalam masyarakat tidaklah terlepas dari tingkah laku daripada individu dalam masyarakat tersebut, dari hal ini maka tingkah laku individu melahirkan suatu bentuk dalam kelompok dan dari tingkah laku kelompok ini yang membentuk sebuah dinamika etika dalam masyarakat. Namun pembentukan tingkah laku individu dalam masyarakat tidaklah terlepas dari faktor lingkungan yang memebentuk individu tersebut termasuk didalamnya perkembangan pengetahuan dalam maasyarakat.  
 Berdasarkan pola hubungan diatas maka terbentuklah masyarakat, dalam masyarakat maka lahirlah nilai-nilai dan norma-norma yang mesti dituruti oleh individu maupun kelompok dalam masyarakat. Hal ini dapat dilihat konteks budaya sulaewesi dimana sistem struktur sosial masyarakat dikur dari pada harga diri kemanusiaan dan ini melahirkan sublimasi dalam bebtuk-bentuk lain. Maka individu maupun kelompok dalam struktur masyarakat sulawesi haruslah mengikuti aturan-aturan masyarakat yang terbentuk. Dan dari perkembangan pengetahuan manusia membentuk karakter baru dalam konsep harga diri kemanusiaan masyarakat bugis makassar. Begitu pula dalam masyarakat barat yang mengedepankan unsur rasional empiris maka budaya dan entitas kemasyarakatannya dikedepankan melalui kerangka rasional empiris.
            Setelah mengetahui bagaimana proses terjadinya sebuah sistem nilai dalam masyarakat yang akan membentuk kebudayaan. Maka selanjutnya akan berangkat bagaimana proses terjadinya  globalisasi budaya dan hal-hal yang mempengaruhi terjadinya globalisasi budaya, yang akan menjadi pembahasan adalah bagaimana budaya global tersebut mempengaruhi budaya nasional. Pada dasarnya setiap kebudayaan adalah perwujudan hasil cipta rasa dan karsa manusia yang mempunyai kesamaan berupa upaya untuk menjawab kebutuhan-kebutuhan manusia. Maka penulis akan membagi dalam beberapa pembagian pembahasan sebagai berikut :
1.      Nilai universal dan kebudayaan lokal
Nilai kemanusiaan universal. Masalah dapat dirumuskan tentang bagimana membangun masyarakat yang satu sesuai dengan harkat segenap anggota masyarakat sebagai manusia, dan dilain pihak sekaligus mempertahankan identitas budaya khas bangsa, kongkretnya budaya bangsa indonesia. Nilai universal dalam setiap kebudayaan adalah nilai-nilai kemanusiaan universal keadilan universal semua kebudayan memiliki nilai kemanusiaan universal dan nilai-nilai keadilan universal yang lain.
Walupun tidak semua kebudayaan mampu mengejawantahkan nilai-nilai universal tadi, dalam beberapa kebudayaan ada yang kurang mewadahi nilai uiversal tadi. Namun itu bukan berarti bahwa terjadi pertententangan antara nilai universal dan budaya lokal, paling-paling lebih atau kurang dalam mewadahi nilai universal. Dengan ini kita mesti memurnikan budaya-budaya lokal kita dari unsur-unsur yang bertentangan dengan nilai universal tadi, sebab budaya sebagai nilai adalah dinamis tidak statis.     
Permasalahannya terletak adakah budaya yang sangat agresif dalam memaksakan budayanya keseluruh dunia ? dan dapat kita simpulkan kebudayaan barat modernlah yang menyatakan diri agresif. Dan bagaimana budaya lokal menghadapi atau bereaksi terhadap budaya barat tersebut.  
2.      Kebudayaan barat modern
Ø Kebudayaan teknologis modern
Pertama harus dibedakan antara kebudayaan teknologi modern dan kebudayaan barat walau sebenarnya mempunyai asal yang sama. Kesamaannya adalah bahwa kebudyaan baratlah yang melahirkan kebudayaan teknologi modern. Walaupun kebudayaan teknologis modern jelas sekali menentukan kebudayaan barat, anak yang sudah dewasa itu sekarang memperoleh semakin banyak masukan non barat, misalnya dari jepang. 
Kebudayaan teknologis modern itu kontradiktif bisa atau dengan kata lain dia bebas nilai, sebab dia berupa hasil sains dan teknologi. Hal ini mempunyai kedudukan dominan dalam lingkup sebuah masyarakat. Dan siapapun berhak untuk memakai hasil-hasil kebudayaan teknologis modern ini.
Ø Kebudayaan modern tiruan
Dari kebudayaan teknologis modern perlu dibedakan dengan yang penulis sebut kebudyaan modern tiruan (pengertian kedua Kebudayaan barat modern). Kebudayaan modern tiruan ini terwujud dari lingkungan yang nampaknya  gemerlapnya teknologi tinggi dan modern, tapi sebenarnya hanya mencakup simbol-simbol lahiriahnya saja, misalnya kebudayaan, kebudayaan supermarket, kebudayaan kentucki fried chicken atau McDonald.
Kebudayaan modern tiruan hidup dari ilusi bahwa asal orang bersentuhan dengan hasil-hasil teknologi modern, ia merasa menjadi orang modern. Padahal dunia artifisial tidak menyumbangkan sesuatu dalam identitas budaya kita selain baudaya konsumerisme tinggi bahkan kita dibiarkan kosong dan membiarkan diri kita dikendalikan. Selera kita, kelakuan kita, piliha rasa kita, penilaian kita dimanipulasi dan kita semakin tidak memiliki diri sendiri. Itulah sebenarnya kebudayaan ini tidak nyata, melainkan tiruan atau belasteran.
Anak dari kebudayaan ini adalah konsumerisme tinggi;orang ketagihan untuk membeli bukan karena kebutuhan (need) mereka atau menikmati apa yang dibeli tetapi demi (want) keinginan  sendiri atau status sosial yang semu. Orang memakai HP bukan karena kebutuhan tapai status sosial semu, orang makan di McDonald bukan karena lebih enak rasanya, melainkan fast food adalah gayanya manusia yang trendy adalah modern.        
Ø Kebudayaan-kebudayaan barat
Kadangkala kita keliru dalam menyamakan antara kebudayaan blasteran tadi dengan kebudayaan barat. Kebudayaan blasteran tadi adalah memang anak dari kebudayaan barat, tetapi itu bukan hatinya, bukan pusatnyadan bukan kunci vitalitasnya. Ia mengancam kebudayaan barat berarti mencaplok kebudayaan lain, Italia, Prancis, Spanyol bahkan Amerika sendiri masih mempertahankan budaya mereka walaupun mereka minom coca cola tidak langsung mereka akan berbudaya coca cola.
Dengan adanya orang pergi ke Disneyland lantas mereka akan disebut modern, ia juga belum mengerti akan orang barat menilai apa yang dicita-citakan, apa selera estetik  dan cita rasanya, apakah keyakinan moral dan religiusnya, apakah faham tanggung jawabnya. Dari orang-orang konsuerisme inilah kita lalu mendengar misalnya bahwa kebudayaan barat sama dengan free sex dan sablon-sablon lain semacam ini.
Ø  Letak tantangan
Dengan demikian kita dapat mengidentifikasi letak tantangan bagi kebudayaan Indonesia.
Kebudayaan barat asli bukanlah tantangan bagi identitas nasional kita, kita mempunyai kebudayaan tersendiri dan tidak perlu menjadi jerman atau kanada.Tetapi sebagai orang yang berbudaya akan beruntung apabila mengenal dan akrab dengan budaya barat.
Sebaliknya kebudayaan teknologis modern harus kita peluk, bahkan harus menjadi kebudayan kita kalau kita masih mau survive sebagai bangsa pad abad yang akan datang. Tidak  ada survival bagi negara yang tidak termodernisasi.
Kebudayaan yang sungguh-sungguh mengancam kita adalah kebudayaan modern tiruan, dia menjadi ancaman karena tidak sejati dan tidak substansial. Yang ditawarkan adalah kesemuan, Ersatz. Kebudayaan itu membuat kita menjadi manusia plastik, manusia tampa kepribadian, manusia terasing, manusia kosong, manusia latah.        

3.      Catatan sekitar Identitas budaya nasional
Pertanyaannya adalah apakah dalam proses peresapan kebudayaan kebudayaan teknologis modern indonesia dapat mempertahankan diri ?
Sebuah banhsa dengan mata terbuka menghadapi segala tantangan tentu akan breubah. Tetapi dalam perubahan dia tidak sekedar dikemudikan dari atas, dia tidak asal ikut-ikutan saja. Dia menetukan dirinya sendiri. Jadi ada penghargaan atas identias nasional dan ini dijadikan modal sosia untuk membangun bangsa ini, bansa ini tidak mesti tertutupo dengan perubahan-perubahan yang datang dari luar tetapi di terus mempelajari hal-hal baru dan menjadikan osial kapitalnya sebagai lat untuk mengembangkan dan membangun identitas-identitas dalam setiap pribadi dalam bansa ini,
Identitas adalah sesuatu yang dinamis, pertemuan dengan identitas yang lai n akan memperkaya dapat juga menjadi sebuah ancaman. Kalu kita hanya berusaha untuk menyesuaikan diri kita akan kehilangan identitas kita. Atau  menutup diri itupun tidak akan menyelamtkan kita, karena identitas kita adalah cerminan negatif bagi lingkungan kita.
Agar dalam pertemuan identitas kita tidak menderita melaikan bertambah kuat maka kita mesti memenuhi dua syarat :
Pertama identitas mesti harus kuat,Indonesia sadar akan identitas nsionalnya sendiri dalam hal kebudayaan itu berarti harus mengenal kebudayaannya dan sejarahnya serta merasa bangga atasnya. Dan mengidentifikasi akan-kelemahan-kelemahannya.
Kedua identitas mesti harus terbuka, dalm arti dia harus terbuka denagn kebudayaan-kebudayaan lain seperti kebudayaan tekhnologi modern dia mesti harus mempelajarinya. Peresapan kebudayaan modern akan menghadapkan kita dalam pertanyaan yang barangkali belum dapat dijawab terutama ; mungkinkah kita akan bergaul akrab, mandiri dan kreatif dengan sains dan teknologi modern tampa mengembangkan iklim intelektual dan gaya berfikir yang secara historis menjadi asal-usul kebudayaan teknologis modern ?
Jadi keyakinan akan diri sendiri, kesadarn harga diri yang kuat, disertai keterbukaan itulah yang dianggap sikap yang memungkinkan indonesia menjadi bangsa yang modern tampa kehilangan jiwanya sendiri.      
          
























Pertemuan kebudayaan dengan kebudayaan teknologis modern hanya dapat berhasil jika masyarakat memiliki sikap positif terhadap identitas sejarah dan kebudayaannya sendiri.
Akan tetapi, kiranya perlu dipertanyakan kembali apa artinya menghargai kebudayaan sendiri. Apa itu sama dengan terus menerus diperingatkan tentang sopan-santun ketimuran, kekeluargaan, gotong royong, tenggang rasa, keselarasan dan kerukunan tentang bahawa kita anti liberalisme dan anti individualisme dan sebagainya ?
Apakah benar itu semuanya identik dengan kebudayaan Indonesia ? Apakah kebudayaan itu sesuatu untuk dilestarikan atau untuk diciptakan baru terus menerus ? itu tentu dalam kesinambungan dengan tradisi kebudayaan itu sendiri. Akan tetapi, kesinambungan yang bagaimana ? yang semata-mata afirmatif, repititif, museal, atau yang dialektis, kritis, seperlunya konfliktif ? Apakah  orang muda mengintegrasikan warisan budaya generasi tua dengan sekedar menerimanya ibarat sebuah keris kuno atau dengan sekaligus memberontak terhadap unsur-unsur yang dirasakan sebagai belenggu penemuan identitasnya ? Apakah perbandingan pengalihan warisan budaya dari generasi tua ke generas muda dengan proses penyerahan estafet menjelaskan atau merancukan hakekat proses pengalihan itu ?
Apakah gerak pelestarian budaya nasional sebagaimana sering dikumandangkan membantu pevitalisasiannya atau malah menjurus ke involusi kebudayan ? bagaimana dapat dicegah bahwa himbauan sekitar kebudayaan bangsa menjadi tameng pamrih generasi yang telah established, jadi jangan sampai kritik vokal terhadap materialisme Barat menjadi tameng materialisme Timur ?
Jadi kebudayaan Indonesia mau dibawa ke mana ?




































-          Filsafat Kebudayaan Politik butir-butir pemikiran kritis, Frans Magnis Suseno, PT Gramedia Pustaka Utama
-          Reinesans Asia, DR. Anwar Ibrahim, Mizan
-          Dialog Antar Peradaban, Rafsanjani
-          Menjelajahi Negara Modern, DR Hosein Nasser, Mizan









 


0 komentar:

Posting Komentar