Mahasiswa dan Demonstrasi



 
Demonstrasi bukan hal yang asing bagi mahasiswa. Demonstrasi adalah sesuatu yang tak terpisahkan sebagai bagian penyampaian aspirasi kepada pemerintah sejak dahulu dan mendapatkan momentumnya ketika keran reformasi dibuka pada 1998 yang merupakan tonggak peletakan reformasi demokrasi di Indonesia.. Sejak terbukanya keran reformasi tersebut, aksi-aksi demonstrasi pun marak dilakukan oleh mahasiswa Indonesia, baik yang dilakukan dengan massa yang banyak maupun dengan massa yang lebih sedikit. Jika demonstrasi itu dilakukan dengan tertib dan tetap menjaga kepentingan umum, tentunya itu bukan jadi masalah. Namun, jika akhirnya dilakukan dengan cara yang radikal dan merusak fasilitas umum, maka itu menjadi disorientasi dari esensi aksi demonstrasi itu sendiri.
Demonstrasi mendapatkan legitimasinya melalui filosofi dari demokrasi itu sendiri yaitu “Vox populi, vox dei” yang artinya “suara rakyat, suara Tuhan”. Memang benar, demonstrasi adalah hak dari warga negara Indonesia itu sendiri untuk menyuarakan pendapatnya di muka umum. Tetapi kita juga harus menyadari bahwa demonstrasi hanyalah sebuah saluran diantara saluran-saluran lain untuk menyuarakan aspirasi rakyat. Dan banyak demonstrasi yang terjadi akhir-akhir ini yang merupakan sebuah harga mati.
Mahasiswa dengan intelektualitas, kuatnya tenaga, dan idealitas pemikiran diharapkan mampu menjadi garda terdepan dalam perubahan. Perubahan yang dimaksud tentunya pada hal-hal yang positif. Tetapi dewasa ini masyarakat agaknya meragukan karakter intelektualitas mahasiswa dikarenakan tingkah laku mahasiswa yang tergambar dari aksi demonstrasi yang semakin tidak mengedepankan sisi intelektualitas. Kekerasan, merusak fasilitas, baku hantam dengan aparat atau bahkan penurunan foto presiden beberapa waktu lalu, adalah sebagian gambaran dalam aksi mahasiswa.
Demontrasi yang kini makin marak dilakukan mahasiswa di berbagai daerah, terlebih akan naiknya harga bahan bakar minyak (BBM) tanggal 1 April 2012 mendatang menjadi satu kekhawatiran bagi masyarakat bila cara radikal yang tetap menjadi pilihan. Meski secara umum, masyarakat mendukung aspirasi yang akan disampaikan mahasiswa, tetapi tidak dengan cara-cara seperti diatas. Banyaknya kalangan berpendapat bahwa seharusnya cara yang dilakukan oleh mahasiswa adalah dengan audiensi atau mediasi kepada pemerintah secara tertib. Mahasiswa dapat menyampaikannya langsung dan tidak perlu menggunakan kekerasan, apalagi merusak fasilitas umum.
Disisi lain, mahasiswa juga tentunya memiliki alasan untuk itu semua. Demontrasi yang dilakukan adalah bagian atau cara terakhir yang dilakukan setelah cara audiensi tidak mendapat respon dari pemerintah. Audiensi yang dilakukan tidak hanya sekali dan tetap nihil tanggapan. Atau tanggapan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang mereka (mahasiswa) tuntutkan. Padahal aspirasi yang mereka usung adalah apirasi masyarakat. Selain masalah naiknya harga BBM, masih banyak masalah lain di negeri ini yang memancing aksi demontrasi. Termasuk masalah banyaknya oknum wakil rakyat yang tidak pro dengan rakyat.
Pencitraan mahasiswa yang demikian, memancing pula pada kekhawatiran orang tua mahasiswa. Penulis sendiri masih berstatus mahasiwa dan kebetulan jauh dari rumah. Pada beberapa kesempatan, terkadang dihubungi orang tua agar tidak ikut-ikutan dalam aksi demontrasi. Orang tua tentunya menginginkan anaknya mengikuti pendidikan dan menuntut ilmu dengan sebaik-baiknya. Mungkin hal ini bukan hanya terjadi pada penulis saja, tetapi pada teman-teman mahasiswa yang lain.
Hal yang selanjutnya adalah bagaimana peranan perguruan tinggi dalam menyikapi hal ini. Baik buruknya pencitraan mahasiswa tentunya berimbas pada pencitraan perguruan tinggi pula. Bagaimana pun, masyarakat akan memandang bahwa mahasiswa itu berkembang dan melaksanakan pendidikannya di kampus dan kampus mempunyai andil yang besar. Tetapi banyak pihak kampus sendiri terkadang tidak tahu akan adanya aksi demontrasi mahasiswanya. Banyak aksi-aksi itu dilakukan dengan illegal dan tanpa ijin ke pihak birokrat kampus. Bila mereka memohon ijin, tentunya dari pihak kampus akan memberikan arahan sebagaimana mestinya.
Tridharma perguruan tinggi yaitu pendidikan, penelitian dan pengabdian masyarakat menjadi pedoman bagi perguruan tinggi dalam membentuk karakter dan intelektualitas mahasiswa. Ketiga hal ini harus bersinergi secara apik agar tidak terjadi kesenjangan atau bahkan penyimpangan. Termasuk mengurangi kemungkinan maraknya aksi mahasiwa yang menggunakan kekerasan dan mengembalikan karakter intelektualitas mahasiwa. Dan antisipasi adanya tunggangan kepentingan pada demonstrasi yang dilakukan mahasiswa.
Penulis berharap bahwa aksi penyampaian aspirasi yang merupakan jalan terakhir ini dapat dilakukan dengan cerdas dan mengedepankan sisi damai. Fungsi komunikasi antara pemerintah, masyarakat dan mahasiswa dilakukan dengan sebaik-baiknya, agar tidak ada alasan lagi untuk demontrasi yang merusak fasilitas. Jangan sampai demontrasi ini justru sebagai bumbu yang merusak tatanan demokrasi Negara. Karena pada dasarnya demontrasi itu lahir dari opini dan perbedaan persepsi antara pihak-pihak didalamnya.

0 komentar:

Posting Komentar