GLOBALISASI DAN PEMISKINAN DINEGARA DUNIA KETIGA
Oleh
: wawan
Ketika dunia dikuasai
segelintir orang untuk yang dimana ekspansi serta akumulasi capital
berimplikasi pada pemiskinan jutaan manusia.Kelaparan,rawan penyakit,buta
huruf,tingkat kematian bayi yang sangat tinggi serta fasilitas kesehatan dan
air bersih yang tidak memadai adalah gambaran nyata dari kondisi ini.Sekarang
ada sekitar 6 milyar penduduk dunia dan hal tersebut memungkinkan untuk
penyediaan makanan bagi 10 milyar orang.Walaupun demikian,kelaparan dan
kesengsaraan terus meningkat.800 juta orang penduduk dunia menderita kekurangan
gisi dan 2,4 milyar hidup dibawah garis kemiskinan..Dimana sejumlah
kecil perusahaan multi nasional yan menguasai kekayaan yan begitu besar yaitu
40 % dari Gross Domestik Product dunia dan 70 % perdagangan serta memiliki
kekuatan untuk memaksakan kepada dunia ,lewat lembaga –lembaga internasional
seperti IMF,World Bank,WTO dan lain-lain. Menurut Laporan
Investsai Dunia 1993 yang diterbitkan Perserikatan bangsa-bangsa (PBB) ada
37.000 perusahaan transnasional, yang memiliki 170.000 anak perusahaan di luar
negeri. 90% dari perusahaan-perusahaan transnasional tersebut berkantor pusat
di negara-negara maju.Dengan menggabungkan data dari berbagai sumber, seorang
akademisi Inggris Paul Hirst dan Graham Thompson, dalam buku mereka yang baru
saja terbit Globalization in Question,
mencatat penjualan dan aset
perusahaan-perusahaan transnasional yang maha besar jumlahnya itu terkosentrasi di negara atau regional
“rumah” mereka, “disamping semua spekulasi mengenai globalisasi”.
Bagi perusahaan-perusahaan transnasional disektor manufaktur dengan
kantor pusat mereka yang ada di Amerika Serikat pada tahun 1987, 70% dari
penjualan mereka dan 67% dari aset mereka ada di Amerika Serikat sendiri. Di
tahun 1993, 67% dari penjualan dan 73% asset mereka berada di Amerika. Sebagian
besar dari sisa penjualan dan aset mereka pada tahun 1987 dan 1993 ada di Eropa
dan Kanada. Bagi perusahaan-perusahaan transnasional yang berpusat di Amerika Serikat
yang bergerak dalam bidang jasa, 93% penjualan dan 81% aset mereka ada di
Amerika Serikat pada tahun 1987.Bagi perusahaan-perusahaan transnasional yang
berpusat di Eropa Barat, terjadi penyebaran penjualan dan aset mereka secara
lebih luas, tetapi antara 70-90% diantaranya ada di negara “induk” (negara asal
perusahaan) dan di negara-negara Eropa Barat lainnya. Untuk
perusahaan-perusahaan transnasional yang bergerak dalam bidang manufaktur yang
berpusat di Jepang, 75% dari penjualan mereka pada tahun 1993 ada di Jepang,
begitu juga 97% aset mereka.Antara tahun 1987 dan 1993, terjadi perkembangan
konsentrasi aset-aset para perusahaan transnasional di negara “induk/asal”
masing-masing, ketimbang trend ke arah “globalisasi”. Dus,
perusahaan-perusahaan trnasnasional yang berpusat di Inggris yang bergerak
dalam bidang manufaktur memiliki 52% dari aset mereka ada di Ingris pada tahun
1987, tetapi pada tahun 1993 aset mereka yang ada di Inggris menjadi 62%.
Perusahaan-perusahaan transnasional yang berpusat di Jepang yang bergerak dalam
bidang manufaktur meningkatkan
penempatan aset mereka di Jepang
dari 64% pada tahun 1987 menjadi 75% pada tahun 1993, sementara
perusahaan-perusahaan transnasioal yang berpusat di Jepang yang bergerak dalam
bidang jasa yang menempatkan asset
mereka di Jepang meningkat dari 77% pada tahun 1987 menjadi 92% pada tahun
1993. Perusahaan-perusahaan transnasional yang berpusat di Amerika Serikat yang
bergerak dalam bidang manufaktur mengalami peningkatan penempatan aset mereka di Amerika Serikat
dari 67% pada tahun 1987 menjadi 73% di tahun 1993.
Dari statistik
di atas kita dapat melihat bahwa, jauh dari apa yang disebut sebagai penyebaran
aset dan penjualan mereka, sekalipun menyeberangi bola bumi, justru
perusahaan-perusahaan transnasional telah memusatkan baik produksi dan
penjualan komoditi mereka di negara-negara “induk”. Dan mereka telah
meng-internasionalisasikan operasi-operasi mereka ini yang dikonsentrasikan di
negara-negara kapitalis maju lainnya. Ini mencerminkan adanya distribusi yang
sangat tidak merata (uneven) dalam hal investasi langsung (Foreign Direct
Investment atau investasi langsung) dan perdagangan dalam skala global.
Marginalisasi Negara-negara Terbelakang
‘Divergensi’, bukan ‘konvergensi’
Utang luar negri : jeratan negara-negara Imprealisme
No
|
Nama Rezim
|
Negara
|
Utang criminal
|
1
|
Rezim Soeharto
|
Indonesia
|
126 milyar US$
|
2
|
Rezim Militer
|
Brazil
|
100 milyar US$
|
3
|
Rezim Militer
|
Argentina
|
40 milyar
US$
|
4
|
Rezim Marcos
|
Philipina
|
27 milyar
US$
|
5
|
Rezim Assad
|
Syiria
|
21 milyar
US$
|
6
|
Rezim Apharteid
|
Afrika Selatan
|
19 milyar
US$
|
7
|
Rezim Militer
|
Pakistan
|
19 milyar
US$
|
8
|
Rezim Nimeiry
|
Sudan
|
17 milyar
US$
|
9
|
Rezim Militer
|
Thailand
|
14 milyar
US$
|
10
|
Rezim Buchari
|
Nigeria
|
14 milyar
US$
|
11
|
Rezim Militer
|
Zaire
|
13 milyar
US$
|
12
|
Rezim A Pinochet
|
Chili
|
13 milyar
US$
|
13
|
Rezim Shah
|
Iran
|
5 milyar
US$
|
14
|
Rezim Mol
|
Kenya
|
4 milyar
US$
|
No
|
Nama Rezim
|
Negara
|
Utang Criminal
|
15
|
Rezim Mariam
|
Ethopia
|
4 milyar
US$
|
16
|
Rezim Militer
|
Bolivia
|
3 milyar
US$
|
17
|
Rezim Militer
|
Somalia
|
2 milyar
US$
|
Situasi Internasional
Tahun 1992 total modal investasi langsung luar negeri seluruh dunia
adalah sebanyak US$2 Trilyun. Perusahaan-perusahaan transnasional yang
mengontrol modal bertanggung jawab atas penjualan sebesar US$5.5 Trilyun di
seluruh dunia. 100 perusahaan
transnasional terbesar di dunia memiliki sepertiga dari modal ini. 60% dari
investasi langsung luar negeri yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan
transnasional adalah berhubungan dengan sektor manufaktur, 37% jasa dan hanya
3% dengan output produk-produk primer, seperti bahan mentah dari tambang dan
pertanian.
Distribusi modal
investasi langsung luar negeri secara geografis sungguh-sungguh tidak merata.
75% diantaranya berlokasi di negara-negara kapitalis maju, secara prinsip di
Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang, yang tercatat hanya 14% dari populasi
penduduk dunia. 25% yang menjadi sisa dari investasi langsung luar negeri,
66%nya ditempatkan di 10 negara “sedang berkembang” yang utama --Argentina,
Brazil, China, Hong Kong, Malaysia, Mexico, Korea Selatan, Taiwan, Thailand dam
Singapura. Negara-negara ini tercatat merupakan populasi 29% dari penduduk
dunia. Namun, dengan termasuknya China didalamnya, dengan populasinya yang 1,2
Milyar orang, statistik ini menggambarkan underestimasi mengenai
ketidakmerataan yang riil dalam hal distribusi investasi langsung luar negeri
secara global. Investasi luar negeri langsung mengalir ke China sangat
terkosentrasi di propinsi-propinsi pesisir, plus Beijing. Jika ini dimasukkan sebagai faktor, nampak
bahwa 91,5% dari modal investasi asing langsung global terkosentrasi di wilayah-wilayah
bumi ini yang hanya dihuni oleh 28% penduduk.
Selain itu ada
juga ketidakmerataan secara geografis dalam hal arus investasi luar negeri
secara langsung. 60% dari investasi internasional mengalir di antara “Trio”
imperialis Amerika Utara, Eropa Barat dan Jepang. Dari sisanya 40% dari
aliran investasi langsung luar negeri --sekitar US$34 Milyard di tahun
1990-1993-- 56% nya pergi ke Asia Timur dan 32% nya ke Amerika Latin. Bukan hanya negara-negara imperialis Amerika
Utara, Eropa Barat dan Jepang,yang merupakan organisator dan tujuan utama
investasi langsung luar negeri, pola aliran investasi langsung luar negeri
negara-negara non-Triad juga
memperlihatkan pola yang amat terkosentrasi. Dus, begitu besar investasi
langsung luar negeri negara-negara non-Triad dari US megalir ke Amerika Latin.
Bagi investasi luar negeri non-triad yang bersala dari Jepang, Asia timur
adalah tujuan utama. Bagi investasi langsung luar negeri Eropa Barat untuk
negara-negara non-Triad, tujuan utamanya adalah Eropa Timur, Brazil, Afrika
Utara dan Barat.
Kosentrasi
secara geografis dalam hal akumulasi modal dan aliran investasi langsung luar
negeri dapat diparalelkan dengan ketidakmerataan secara geografis dari pola perdagangan
global. Pada tahun 1992, total ekspor seluruh dunia adalah US$3.7 Trilyun. 69%
dari ekspor seluruh dunia pergi ke anggota negara-negara Triad imperialis dan selanjutnya 14% dari seleuruh
ekspor dunia menuju ke 10 besar Negera Dunia Ketiga terpenting dalam term
aliran investasi langsung luar negeri. Berarti, 84% dari perdagangan seluruh
dunia adalah hanya diantara wilayah-wilayah bumi yang hanya dihuni oleh 28%
penduduk.
Dalam kata lain,
sebagian besar mayoritas negara-negara di dunia, yang dihuni oleh hampir tiga
per empat penduduk dunia --sekitar 3,8 Milyar orang-- tidak hanya dihapus dalam
peta ketika menyangkut investasi langsung luar negeri, mereka juga secara
lengkap termarjinalisasi senpanjang menyangkut perdagangan dunia. Jalan utama
dimana mereka “terintegrasi” ke dalam ekonomi kapitalis global adalah melalui
laporan pembayaran sebesar US$40 Milyar yang mereka buat dalam pembayaran dan
servis hutang bagi bank-bank dan pemerintahan anggota Triad imperialis.
Tetapi
dalam pengelolaan hutang, mereka memberikan tanggungjawab besar bagi
pembangunan ekonomi dan sosial, sekalipun hutang ini hanyalah merupakan bagian
marjinal dari hutang seluruh dunia. Pada tahun 1990, jumlah keseluruhan dari
hutang yang dimiliki pemerintah-pemerintah lokal dan pusat, bisnis rumah tangga
dan non-finansial di seluruh Amerika Serikat
sendiri adalah sebesar US$10,6 Trilyun --hampir 10 kali total hutang
negara-negara Dunia Ketiga.
Dus, bagi mayoritas penduduk
bumi ini, tempat mereka dalam pasar “global”
mirip propinsi-propinsi terbelakang imperium Romawi pada masa epos
kemunduran dan kehancuran corak produksi (mode of production) perbudakan
--dirampok dan dimiskinkan untuk memperkaya orang-orang yang berkuasa dan kaya
yang tinggal di pusat imperium.
Contoh di atas
mengambarkan distribusi investasi langsung luar negeri, perdagangan, aset dan
penjualan dari perusahaan-perusahaan transnasional yang memperagakan, bagi
segala maksud dan tujuan tersebut, negara-negara imperialis yang menyatakan
keanggotaan ekonomi “global”, jika entitas semacam itu dapat benar-benar
dinyatakan untuk eksis.
Ekonomi kapitalis dunia
terstruktur meliputi tiga blok persaingan perdagangan dan investasi yang
terpusat di negara-bangsa imperialis, yaitu Eropa Barat, Amerika Utara dan
Jepang. Kekuasaan mayoritas perusahaan-perusahaan transnasional “masih hanya”
beroperasi di sejumlah kecil negara --secara prinsip di negara-negara “induk”
mereka dan di negara-negara “berupah tinggi” lain diantara Triad imperialis.
Bertentangan pernyataan yang
dibuat oleh para penganjur thesis
globalisasi, perusahaan-perusahaan
transnasional tidak mengarahkan investasi mereka ke daerah-daerah dimana
upah buruh paling murah. Tidak ada dorongan besar perusahaan-perusahaan transnasional yang berbasis di Jerman, dimana
rata-rata tingkat upahnya sebesar $25 per jam, ke cabang-cabang industri di
India yang tak ada serikat buruhnya, dimana tingkat upah rata-ratanya hanya 40
Sen per jam. Faktanya, investasi langsung luar negeri dari
perusahaan-perusahaan transnasional sektor manufaktur secara meningkat
diarahkan ke cabang-cabang industri dengan tingkat pembelanjaan modal tetap
tinggi, dengan tenaga kerja yang lebih sedikit tapi lebih terlatih (sklilled),
dan dengan demikian tingkat upahnya relatif
lebih tinggi (semisal industri kimia, otomotif dan elektronik) dan
menjauh dari cabang-cabang industri yang ber-skill rendah, upah-murah dan padat
karya semacam tektil, pakain dan sepatu.
Dalam Laporan
Pembangunan Dunia 1995, Bank Dunia memperingatkan “ adalah bodoh jika
memprediksikan bahwa perbedaan antara negara-negara kaya dan miskin akan secara
cepat hilang melalui konvergensi, ataupun meningkatkan (upward) ( standar upah dan kondisi hidup
negara-negar miskin menjadi sama dengan yang di negara-negara maju) atau
menurun (sebaliknya)”.
“Konvergensi”, begitu
ditulis dalam laporan tersebut, “ adalah sebuah catatan yang ditujukan kepada
para ekonom, yang mendogma pada teori [maksudnya, teori mengenai persaingan
sempurna dalam wilayah tingkat-permainan dimana semua pemilik komoditas seimbang
--DL], dan dibenci oleh kubu populis di negara-negara kaya, yang melihatnya
sebagai ancaman bagi pendapatan mereka. Pengalaman yang lalu, bagaimanapun,
dukungan ataupun harapan terhadap yang terdahulu atau ketakutan terhadap yang
berikutnya...”Diatas segalanya,
divergensi, bukan konvegensi, telah menjadi hukum...”.
Lebih jauh : rata-rata
pendapatan per kapita negara-negara kaya adalah 11 kali pendapatan per kapita
negera-negara miskin pada tahun 1870, meningkat menjadi 38 kali pada tahun
1965, dan 58 kali pada tahun 1985.
Diantara sekitar jumlah tenaga kerja global sebesar
2,5 Milyar orang, 59% sekarang berada di tempat yang oleh Bank Dunia golongkan sebagai “negara-negara dengan upah
murah”, 27% di “negera-negera dengan upah menengah” dan hanya 15% yang tinggal
di “negara-negara dengan upah mahal”. Itu adalah proyeksi 30 tahun lalu, hanya
10% dari tenaga kerja global yang akan tinggal di “negara-negara dengan upah
mahal”. Disamping itu, laporan Bank Dunia tersebut menjatuhkan ide bahwa sebuah
“pasar bebas” global yang “terintegrasi’ pasti akan menghasilkan kenvergensi
bagi para buruh seluruh dunia. Berikut adalah contoh tipikal dari laporan
tersebut:
Cerita-cerita mengenai hilangnya integrasi sering menjadi headline:
bagaimana Joe kehilangan pekerjaan karena persaingan dengan orang-orang miskin
Mexico seperti Maria, dan bagaiaman upah dia (Maria) menurun karena adanya
ekspor murah dari China. Tetapi Joe sekarang mempunyai pekerjaan yang lebih
bagus, dan ekonomi Amerika Serikat telah mendapat untung dengan adanya ekspor
yang meluas ke Mexico. Standar kehidupan Maria telah meningkat, dan anaknya
dapat mengharapkan masa depan yang lebih baik. Produktifitas dua pihak buruh
tersebut meningkat dengan adanya peningkatan investasi, bagian yang terdanai
dengan meningkatkan tabungan buruh di negara lain, dan dana pensiun Joe akan
dibayar lebih tinggi melalui kesempatan diversifikasi dan investasi baru.
Negara–negara miskin dipaksa untuk melakukan pertukaran hasil–hasil produksinya
dengan investasi buruh yang mereka miliki (sebagai hasil dari keterbelakangan
teknologi yang mereka miliki) dengan barang– barang yang masuk dari
negara–negara maju, yang harganya lebih mahal dan lebih mudah diproduksi (bila
ditempatkan dalam perhitungan kualitas dan kuantitas alat–alat produksi). Hal
ini memberikan gambaran yang sangat jelas siapa yang akan dirugikan dalam
proses ini. Selanjutnya perekonomian dunia akan dikuasai oleh kekuatan negara–
negara barat dan kalangan multinasional, dan pada akhirnya mereka mampu
menetapkan harga–harga, regulasi perdagangan dan kebijaksanaan–kebijaksanan
yang sesuai dengan kepentingan mereka kepada masyarakat dunia. Umpamanya, di
tahun 1960 Tanzania membutuhkan 200 karung kopi untuk membayar sebuah traktor bikinan
Amerika dan sekarang, setelah 30 tahun kemudian, Tanzania memerlukan lebih dari
600 karung kopi untuk mendapatkan barang yang sama.
Total utang
luar negri Indonesia per Agustus 2001 adalah 137,6 millyar dollar AS.dari
jumlah tersebut sebesar 74,64 milyar dollar AS (53,9 persen) merupakan pinjaman
luar negri pemerintah dan 63,438 milyar dollar AS (46, persen) pinjaman sektor
swasta.(Kompas,8 oktober 2000).Kemudian yang menjadi pertanyaan besar dikepala
kita apakah utang luar negri tersebut dinikmati oleh rakyat Indonesia ternyata tidak utang
luar negri kemudian dinikmati oleh segelintir orang yaitu penguasa dan
konglomerat.akan tetapi yang kemudia dipaksa untuk membayar adalah rakyat
dimana subsidi kebutuhan rakyat harus
dipotong bahkan dihilangkan tahun 2004,serta privatisasi(swastanisasi)BUMN dan
BUMD untuk menutupi utang luar negri dampaknya kemudian sangat menyegsarakan
rakyat dimana pelayanan sektor publik tidak dilakukan lagi demi menallangi
utang yang justru dikorupsi oeleh penguasa dan konglomerat.Dan tumbuhnya utang
dinegara-negara dunia ketiga konsekwensinya melahirkan pemerintahan dictator
dan anti demokrasi.
Dan
tumbuhnya junta militer dinegara dunia ketiga
tidak lepas dari kepentingan modal internasional,dimana negara-negara
imprealis seperti Amerika serikat punya andil dalam pembentukan rezim junta
militer dibanyak negara.Bagaimana fenomena penggulingan Soekarno tahun 1965
yang disetting oleh CIA dan Mozzard (agen intelejen Israel) serta dana
penggulingan dibiayai oleh bursa saham London
dan Wall street (bursa saham Amerika Serikat).Lagi-lagi ini merupakan
ancaman bagi demokrasi .
Krisis
internal Imperialisme.
Dengan
keruntuhan rezim-rezim otoriter di Eropa Timur dan Rusia, ternyata
tidak juga mampu menolong krisis internal didalam imperialisme--yaitu
persaingan pembagian pasar dan kekuasaan monopoli dagang. Perang dunia I
dan II merupakan bukti sejarah bahwa
diantara sesama negara Imperialis selalu terjadi persaingan dalam merebut
pasar dunia dan negeri-negeri jajajahan (sebagai sumber buruh murah
dan bahan mentah). Ciri-ciri krisis dinegara-negara imperialis dapat
diamati secara kasat mata. Yang paling berbahaya adalah kemunculan gerakan-gerakan fasisme yang
rasialis dan ultra kanan.Di Jerman
ribuan warga negara Turki,yang sebagian besar kelas pekerja
murah, dibunuh, diculik dan dibantai oleh gerombolan-gerombolan neo
nazi. Di Perancis,kaum fasis ultra kanan, memukuli dan menculik para
imigran asal Afrika dari Kamerun,Moroko dan Aljazair karena dianggap
sebagai penyebab krisis ekonomi.
Di Belanda
gerakan fasis neo-nazi juga menimbulkan kerusuhan-kerusuhan. Di
Inggris pada bulan Oktober 1993,sekitar 10.000 pendukung skin head yang ultra
kanan mengadakan pawai teror dikota London. Kehadiran para imigran Asia dan
Afrika di Eropa adalah buah dari kolonialisme yang mereka praktekkan
selama ratusan tahun. Sedangkan bagi para pemilik modal,para imigran
merupakan penjual tenaga kerja yang menguntungkan karena mau
dibayar murah.
Di Perancis
sekitar 40.000 buruh dan mahasiswa turun kejalan karena
pemerintah mengeluarkan sistem pengupahan baru yang membedakan upah buruh
senior dengan buruh baru. Krisis ini terus berlanjut dengan kemenangan partai-partai
garis kanan dalam pemilu di Perancis dan Italia.
Partai-parti ini dengan watak palsunya, memberi ilusi untuk
keluar dari krisis ekonomi-politik.
Pertumbuhan
Ekonomi Dunia 1976-1990
1976 3.7 persen
1980 0,7 persen
1987 1.0 persen
1988 1.4 persen
1989 1.8 persen
1990 -0.8 persen (resesi ekonomi)
Sumber; Jeffrey
Harrod. Labour and Third World Debt.,
Brussel: Belgia, IFCEGWU, 1992. hlm. 11
Untuk
menyelesaikan krisis-krisis ini negara-negara imperialis di Eropa sepakat untuk
membentuk sebuah lembaga proteksi ekonomi Eropa yang disebut Masyarakat
Ekonomi Eropa (Europeans Communities).Lembaga ini betul-betul sebuah
proteksi ekonomi Eropa atas segala jenis impor barang dari luar Eropa. Terbukti dari awal pendiriannya
lembaga ini tidak memenuhi kebutuhan rakyat Eropa yang mayoritas. Negara-negara
Eropa di Skandinavia,terutama Denmark memerlukan referendum
nasional untuk memutuskannya.Itupun diperoleh dengan susah
payah dengan memenangan yang tipis.
Para petani di
Prancis melakukan protes atas MEE yang dianggap tidak memberikan jalan
keluar bagi produk pertanian mereka. Proses penyatuan
mata uang Eropa juga tersendat-sendat, karena akan mengguncangkan semua sektor
ekonomi yang tidak siap.Di Amerika Serikat, negara industrialis Amerika
Utara (Canada,Mexiko dan Amerika Serikat) mendirikan North American Trade
Agreement (NAFTA). Pendirian lembaga ini menujukan adanya krisis
ekonomi di Amerika Utara. Tantangan utama ekonomi Amerika Utara adalah
invasi barang-barang Jepang secara besar-besaran. Pendirian NAFTA
terbukti hanya mewakili sekelompok elit industrialis multinasional,terbukti
dari meningkatnya pengangguran di Amerika Serikat,pemotongan dana-dana taktis
untuk keperluan militer,bentrokan rasial yang semakin meningkat (karena
kaum negro tidak termasuk dalam cita-cita kemakmuran masyarakat borjuis
Amerika Serikat).
Di Mexico,
kaum peranakan Indian,yang menjadi nenek moyang dari benua Amerika,melakukan
pemberontakan bersenjata. Para petani bersenjata tersebut menolak kesepakatan
GATT dan NAFTA.Para gerilyawan Zapatista tersebut menuntut
otonomi politik yang lebih luas dan porsi pembangunan ekonomi yang mampu
mengentaskan kemiskinan bangsa Indian.
Di
Asia Tenggara negara-negara Imperialis mendorong berdirinya Asian Free Trade
Agreement (AFTA). Pendirian lembaga ini adalah untuk membagi wilayah
kekuasan pasar,eksploitasi manusia (buruh murah)dan sumber daya alam (bahan
baku industri) serta realokasi modal mereka ke Asia Tenggara
(karena mahalnya biaya produksi dinegeri-negeri Dunia _Pertama). Pendirian AFTA ini
merupakan follow up dari keberhasilan proyek kapitalisme pinggiran di
Asia Tenggara.Kemajuan ekonomi Indonesia, Filipina,Thailand dan
Malaysia, merupakan naga-naga kecil yang akan menjadi boneka setia
dari imperialisme.Karena
terjadinya persaingan dagang antara Amerika dan Jepang,dikuatirkan
akan timbul persoalan dalam perdagangan di Asia-Pasifik. Kemudian
diprakarsai untuk membentuk Asia Pacific Economic Cooperation
(APEC). Rezim-rezim otoriter di Asia
berlomba-lomba menyerahkan rakyatnya pada kekuasaan imperialis. APEC
tak lebih dari taktik imperialis dunia, Amerika dan Jepang untuk
lebih menghisap dan lebih banyak keuntungan yang didapat dari
kawasan Asia Pasifik.
Munculnya blok-blok ekonomi antara imperialis tersebut menunjukkan bahwa
ada krisis laten dalam sistem kapitalisme dunia.Di Swiss pada bulan
Februari lalu diadakan pertemuan tingkat tinggi lembaga General
Agreement on Tarif and Trade (GATT). Pertemuan ini lebih
merupakan pertarungan hegemonik dua imperialis raksasa--Amerika Serikat
vs Jepang.Agenda pertemuan sampai tertunda gara-gara kedua negara
adidaya ini tidak pernah mendapat kata sepakat dalam perundingan.Hasil dari
keputusan konfrensi tingkat tinggi ini betul-betul mendapat kecaman
dari rakyat disegala penjuru dunia. Petani di Korea Selatan melakukan
aksi massa bersama buruh dan mahasiswa atas masuknya
produk-produk pertanian dari luar Korea. Di Mexico, para gerilyawan Zapatista
melakukan pemberontakan bersenjata untuk menentang GATT dan NAFTA.
Di Jepang para
petani memprotes impor beras dari luar Jepang dan melemahkan harga produk
pertanian petani. Di Thailand dan Indonesia, dua negara yang
jelas-jelas sudah berswasembada beras--diharuskan untuk mengimpor ribuan
ton beras kepasaran dalam negerinya. Di India ratusan ribu petani dan buruh
melakukan aksi massa menentang hasil keputusan GATT. Produk pertanian India yang
kompetitif didalam negeri harus bersaing dengan impor pertanian
dari negara lain. Jelas sekali hasil keputusan GATT hanya
menyelesaikan masalah pembagian
pasar dan keuntungan diantara negara imperialis tanpa
memperdulikan kebutuhan dari rakyat Dunia Ketiga dan Dunia Pertama. Untuk mengawasi keputusan GATT di Jenewa
tersebut, pada bulan April ini di Maroko akan dibentuk World
Trade Organization (WTO). Lembaga ini akan mengawasi pelaksanaan
keputusan GATT,tanpa memperdulikan aksi-aksi perlawanan rakyat di dunia
Ketiga.
Jelas sekali bahwa GATT merupakan
operasional dari kepentingan imperialis diseluruh dunia.Fungsinya setara
dengan IMF,World Bank,IBRD dan ADB, dan Putaran Uruguay--menghisap Dunia
Ketiga. Lembaga-lembaga ini membebani Dunia Ketiga dengan
utang-utang yang bunganya saja tidak akan sanggup terbayar selama
tujuh turunan.
Berapa Banyak Imperialisme Menghisap
Dunia Ketiga (1984-1991)
Utang
pada Bank Dunia $ 113
milar
Keuntungan
yang dirampas
oleh
Multinasional $ 34 miliar
Total
$ 147
miliar
Politik
Imperialis Dunia
Krisis-krisis mendunia tersebut baik dalam
sosialime maupun kontradiksi internal dalam
kapitalisme/imperialisme menunjukan kebutuhan akan
organisasi-organisasi kerakyatan yang mampu melindungi kepentingan rakyat
dari tindakan invasi ekonomi dan politik negara-negara adikuasa. Disepanjang
tahun 1990-an ini beberapa negara di-bombardir oleh tentara
imperialis Amerika Serikat. Libya , Irak, Somalia,Kamboja,Iran,Nicaragua
(tentara kontra-revolusi Kontra yan dibiayai AS),Panama, Kolombia, Peru
diinjak-injak haknya sebagai sebuah bangsa merdeka yang dijamin
oleh Deklarasi Hak Asasi Manusia.
Korea Utara akan menanti giliran dengan alasan tidak memperbolehkan
PBB memeriksa persenjataan nuklirnya (siapa yang memeriksa senjata
nuklir AS ?). Amerika mencap dirinya sebagai Polisi Dunia. Sementara
Cuba, sebagai satu-satunya negara yang konsisten menentang imperialisme AS
diblokade secara ekonomis.Rakyat Kuba yang menderita terus melanjutkan
perjuangan melawan blokade ekonomi AS.
Sementara itu Jepang, yang terkenal dengan fasisme dan militerismenya
selama PD II mulai memperkuat kekuatan militernya. Dengan dalih melakukan Peace
Keeping Operation PKO)pemerintah Jepang mengirim tentaranya ke Kamboja. PKO ini
memberi alasan bagi pemerintah Jepang
untuk menaikkan anggaran belanja militer.Rakyat Jepang yang menderita
akibat PD II melakukan aksi-aksi untuk tidak memberi kesempatan bagi munculnya
watak militeris dalam pemerintahan Jepang. Untuk melicinkan programnya sebagai
polisi dunia,Jepang dengan dukungan Amerika Serikat, mencalonkan diri
sebagai anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Jerman, yang sedang
dihantui krisis ekonomi dan gerakan neo-nazi juga mengajukan diri sebagai
anggota tetap Dewan Keamanan.
Perserikatan Bangsa Bangsa(PBB) telah menjadi legitimasi bagi
negara-negara imperialis untuk melakukan invasi militer. PBB tidak pernah menunjukkan
keberpihakannya pada gerakan rakyat demokratis. Di Bosnia, PBB gagal
menghentikan pembantaian etnis oleh Serbia. bantuan senjata dan makanan
menjadi tertunda karena sikap ragu dari AS dan NATO.Di
Palestina, PBB selama puluhan tahun tidak pernah secara tegas
mengutuk invasi Israel dan memberikan tanah Palestina kepada warga
Palestina. Di Kamboja,PBB bukannya mendorong proses
demokratisasasi,malahan merekayasa pemilu untuk menyelesaikan masalah krisis
kepemimpinan nasional di kamboja. Di Afrika Selatan, blokade
ekonomi baru diberikan pada rezim apartheid setelah jutan rakyat
Afsel mati dan akibat dorongan dari gerakan massa demokratis Afsel
dibawah kepeloporan ANC dan SACP. Di Somalia DK PBB mengirim pasukan AS
untuk menyelesaikan krisis kepemimpinan politik. Setelah memakan korban puluhan
tentara AS dan desakan rakyat AS sendiri, Clinton menarik mundur pasukannya
dari Somalia. Di Inggris gerilyawan Irlandia Utara, terus menuntut kemerdekaan
bagi rakyat Irlandia Utara yang selama ratusan tahun hidup dibawah kolonialisme
Inggris.
Perkembangan-perkembangan diatas
menunjukan bahwa perjuangan berat harus dilakukan oleh rakyat-rakyat
tertindas dengan syarat utama: Pertama; mampu memanfaatkan krisis
internal didalam imperialisme untuk menikam sistem itu sendiri dari dalam.Kedua;
menggalang kekuatan massa progresif yang militan untuk menghadapi
kekuatan imperialis dunia--yang seringkali memanfaatkan rezim-rezim
otoriter dan fasis sebagai alat kepentingan modalnya.Ketiga;
meningkatkan program-program kerjasama politik yang berwatak perjuangan
internasional rakyat-rakyat tertindas melawan fasisme, kerusakan
lingkungan, militerisme, otoriterisme, kapitalisme dan imperialisme.
Satu mei 2002 akan menemukan momentumnya
karena tahun ini dan tahun berikutnya situasi internasional atau kondisi modal
diwarnai dengan wajah buram krisis kapitalisme. Di Amerika pra penyerangan ke
Afganistan telah terjadi peningkatan jumlah Putusan Hubungan Kerja sampai
ratusan ribu buruh. Perang yang dilakukan Amerika tidak terlepas dari strategi
penjualan senjata guna memenuhii anggaran negara tersebut. Jepang sebagai
negara induk kapitalis juga mengalamii krisis terparah sepanjang sejarahnya
sejak tahun 1953. Over produksi yang dimulai tahun 1970-1980 telah menyebabkan
jepang mengalami stagnasii produksi bahkan menurut Alison Dellit sepanjang
tahun 1980 lebih dari 80% industri jepang dibawah kapasitas maksimal. Akibatnya
stagnasi terjadi didalam penanaman modal industri baru yang berakibat pada menurunnya
angka produk domestik bruto dibawah 1 % per tahunnya terutama pada tahun-tahun
1990 an. Akibatnya adalah jelas PHK. Sehingga ratusan ribu buruh harus
dirumahkan pada akhir 2001. Dengan demikian terjadi juga jumlah pengangguran
hingga 6 persen belum lagi ditambah dengan 3,6 juta orang harus kehilangan
pekerjaan. Tidak berbeda dengan Amerika dan Jepang Inggris juga mengalami nasib
yang sama krisis kapitalisme. Seiring dengan meningkatnya angka inflasi hingga
5% pada awal tahun 2002 terjadi pula pengurangan kemampuan produksi akibat
tidak lakunya produk industri, yang berujung pada phk sejumlah limaratus ribu
pekerja. Industri peternakan yang menjadi primadona dan mempu menyedot banyak
tenaga kerja mengalami pula imbas krisis ini. Over produksi daging menyebabkan
peternak harus mengurangi populasi ternak dan melakukan rasionalisasi tenaga
kerja atau PHK. Pembantaian ternak dengan alasan penyakit kuku dan mulut dan
madcow atau sapi gila disambut oleh para pengusaha diseluruh eropa dengan
melakukan pembantaian ternak guna menstabilkan harga.
0 komentar:
Posting Komentar